Jumat, 13 Februari 2015

INVENTARISASI JENIS-JENIS TERIPANG (Holothuridea) DI DAERAH PANTAI NANG DESA WAAI KABUPATEN MALUKU TENGAH ( TONY MARCHEL LOLONLUN ) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON 2014








INVENTARISASI JENIS-JENIS TERIPANG (Holothuridea) DI DAERAH PANTAI NANG DESA WAAI KABUPATEN MALUKU TENGAH


LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN


Oleh :

TONY  MARCHEL LOLONLUN
NIM. 2010 – 76 – 012



JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2014




BAB  I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Propinsi Maluku merupakan Propinsi kepulauan yang Secara geografis terletak  diantara 2°30´ - 8°30´ LS dan 124° - 135°30´ BT dengan luas wilayahnya mencapai 712.479,65 km², Provinsi kepulauan ini didominasi oleh perairan sebesar 92,4% (Titaley, 2006)
Provinsi kepulauan yang didominasi oleh perairan sebesar 92,4% ini Banyaknya menyimpan terumbu karang serta padang lamun yang membuat wilayah ini memiliki sumber daya alam dengan keanekaragaman jenis hewan yang tinggi salah satunya dari filum Echinodermata (Sukmiwati, 2011).
Perairan pantai Desa Waai terletak pada posisi S: 3ยบ34'55.20" dan E: 128°19'06.24", secara oseanografi merupakan daerah pasang surut yang agak luas, dimana panjang garis pantainya mencapai kurang lebih 1.500 meter, serta panjang garis pantainya secara vertical ke arah tubir (slope)  adalah ± 300 meter. Desa Waai secara geografis berada pada wilayah Pulau Ambon bagian Selatan, tetapi secara Administrasi pemerintahan berada pada wilayah Kabupaten Maluku Tengah. Perairan Desa Waai kaya akan sumber daya laut, diantaranya lamun, Mollusca, bulu babi, bintang laut dan teripang. 
Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata) yang tergolong dalam kelas holothuroidea. Namun, tidak semua jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya. Ada beberapa jenis teripang yang tidak berduri (Martoyo dkk, 2006).
Beberapa spesies teripang yang mempunyai nilai ekonomis penting diantaranya: teripang putih (Holothuria scabra), teripang koro (Microthele nobelis), teripang pandan (Theenota ananas), teripang dongnga (Stichopu spp.) dan beberapa jenis teripang lainnya. Selain itu teripang-teripang diatas banyak di manfaatkan sebagai bahan makanan secara langsung dengan model pengolahannya yang sangat sederhana yang berbentuk teripang segar maupun dengan proses yang melalui pengeringan, pembekuan, pembuatan tepung dan di olah menjadi makanan kerupuk teripang (Nontji, 1993).
Daerah Pantai Nang Desa Waai merupakan perairan berarus sedang yang memungkinkan hewan dari filum Echinodermata seperti teripang dapat berkembang biak dengan baik. Masyarakat Desa Waai juga cukup menggemari teripang (Holothuridea) dan mengambilnya sebagai bahan makanan untuk dikonsumsi. Pantai Nang Desa Waai merupakan daerah yang sangat potensial untuk menginventarisasi jenis-jenis teripang, karena pada daerah ini masyarakat sekitar sering melakukan penangkapan teripang secara berlebihan, baik itu menggunakan cara tradisional, maupun modern. Sejauh ini penelitian menyangkut teripang belum pernah dilakukan di daerah Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah ini.
Melihat dari manfaat teripang yang mempunyai prospek ekonomis yang baik sebagai komoditas ekspor serta kandungan protein yang tinggi bagi masyarakat yang hidup di sekitar wilayah Pantai Desa Waai, serta belum pernah adanya penelitian yang dilakukan menyangkut teripang di daerah perairan ini, maka perlu dilakukan suatu kajian ekologis mengenai jenis-jenis teripang dalam rangka pengembangan wilayah perairan pantai untuk menunjang penerapan teknik budi dayanya, sekaligus melengkapi data base dari jenis-jenis teripang yang ada di perairan pantai Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah.

  1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah jenis-jenis teripang apa sajakah yang terdapat pada Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah ?

  1. Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis teripang yang terdapat pada Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah.
  
  1. Manfaat
Hasil dari praktek kerja lapangan (PKL) ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut
a.       Memberikan informasi tentang jenis-jenis teripang yang ada pada Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah.
b.      Selain itu diharapkan dari pelajar, mahasiswa maupun masyarakat dapat mengenal kekayaan jenis biota laut di Indonesia lebih  khusus pada Desa Waai, Kabupaten Maluku Tengah untuk kemudian dapat diupayakan pemeliharaan pelestariannya, serta sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI TERIPANG
DSA

 
Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Namun, tidak semua jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya. Ada beberapa jenis teripang yang tidak berduri. Diantara empat famili teripang, hanya famili Holothuriidae yang dapat dimakan dan bernilai ekonomis (Darsono, 2007). Tubuh teripang lunak, berdaging dan berbentuk silindris memanjang seperti buah ketimun. Oleh karena itu, hewan ini dinamakan ketimun laut. Gerakan teripang saangat lambat sehingga hampir seluruh hidupnya berada di dasar laut. Warna tubuh teripang bermacam-macam, mulai dari hitam, abu-abu, kecokelat-cokelatan, kemerah-merahan, kekuning-kuningan, sampai putih. Tidak semua jenis teripang yang ditemukan di perairan Indonesia mempunyai nilai ekonomis penting. Jenis teripang yang dapat dimakan dan mempunyai nilai ekonomis penting terbatas pada famili Holothuriidae pada genus Holothuria, Muelleria, dan Stichopus (Martoyo dkk, 2006).
Teripang tersebar hampir di seluruh lautan di berbagai belahan dunia. Teripang umumnya ditemukan diperairan dangkal dan hangat dengan suhu perairan antara 28 – 31°C. Namun teripang juga dapat ditemukan di perairan laut hingga kedalaman 10.000 m. Teripang sering ditemukan di daerah bersubstrat pasir, didaerah pecahan karang, dan dipadang alga dan lamun (Aziz, 1996).
Di perairan Indonesia sendiri terdapat 53 jenis teripang yang meliputi genus Holothuria, Actinopyga, Bohadschia, Labiodemas, Thelonata dan Stichopus. Dari jenis yang ditemukan tersebut hanya 29 jenis yang diperdagangkan secara International (Darsono, 2007) yang termasuk ke dalam famili Holoturiidae dan Stichopodidae.
Klasifikasi teripang (Holothuria spp.) menurut (Martoyo dkk, 2006) adalah sebagai berikut :
Kingdong : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuridea
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria spp

B.       MORFOLOGI DAN ANATOMI TERIPANG
1. Morfologi
Holothuridea (teripang) termasuk  dalam  kelompok  hewan  berkulit  duri  atau  Echinodermata.  Agak berbeda  dengan  hewan  berkulit  duri  lainnya  yang  mempunyai  bentuk  dasar  bintang berlengan  lima  yang  tersusun  radier  atau  menjari,  kerangka  luar  berbentuk  lempengan  atau  papan  kecil  yang  terbuat  dari  kapur  dan  duri  terkadang  berupa  tonjolan-tonjolan. Pada  teripang  bentuk  dasar  ini  telah  mengalami  modifikasi,  kerangka  luar  hilang  diganti dengan  kerangka  berbentuk  jarum  atau  cuping-cuping  kecil (spikula)  dari  bahan  kapur  yang  tersebar  dalam  jaringan  dinding  tubuh (Martoyo dkk, 2006).
           Umumnya  teripang  berwarna  hitam  atau  coklat  tetapi  ada  jenis  yang  mempunyai warna  terang  seperti  merah  muda,  orange  violet  dan  adanya  garis  belang-belang.  Tubuh teripang  umumnya  lunak  atau  licin,  berotot,  dapat  tebal  atau  tipis,  kulitnya  dapat  halus atau  bintik-bintik. Teripang   umumnya  mempunyai   ukuran  tubuh  memanjang  dan  hampir  menyerupai tabung.  Beberapa  kelompok  ada  yang  bentuk  tubuhnya  seperti  huruf   U,  seperti  kumparan dan  memipih.  Tubuh  teripang  lembek  dan  licin,  kulit  dapat  halus  dan  berbintil  serta mempunyai  otot  melingkar  dan  memanjang  di  bawah  dinding  tubuh. Otot  ini  dapat  tebal  tipis  tergantung  pada  jenisnya.  Dinding  tubuh  seperti  kulit  agak  tebal  dan  sangat  kenyal.  Permukaan  tubuh  tidak  mempunyai  cilia  dan  tertutup  oleh  organ  yang  menyerupai  kutikula  tipis,  dimana  dibawahnya ditemukan  kulit  (Purwati, 2001).
      Pada   tubuhnya  terdapat  lima  deret  kaki  tabung  (tube feet)  yang  tersusun  radier dari  mulut  sampai  anus,  tiga  deret  di  bagian  ventral  yang  memiliki  alat  hisap  yang  berfungsi  untuk  bergerak  dan  dua  deret  lainnya  dibagian  dorsal  yang  telah  berubah  bentuk  menjadi  papilla  yang  dapat  berkontraksi  dan  berfungsi  sebagai  alat  respirasi  (Aziz, 1996).
Spesies  terkecil  memiliki  ukuran  kurang  dari  3 cm  (dari  mulut  ke  anus)  dibandingkan  dengan  stichopus  dari  Filipina  yang  dapat  mencapai  panjang  1  meter  dengan  diameter  24  cm.  kebanyakan  spesies  seperti  Cucumaria,  Holothuria,  Thyone  dan  Leptosinapta  memiliki  kisaran  panjang  dari  10 cm  sampai  30 cm (Darsono, 2007). Menurut  Purwati (2005)  umumnya  spesies  komersial  yang  terdapat  di  Indonesia  memiliki  panjang  antara  20 cm  sampai  dengan  50 cm.
Berdasarkan  kedudukan  mulut  dan  anus,  tubuh  teripang  dibagi  menjadi  2  bagian  yaitu  anterior  dan  posterior.  Pada  permukaan  tubuh dari  mulut  ke  anus  terdapat  deretan  kaki  tabung  yang  tersusun  menjari,  3  deretan  dibagian  perut  dan  2  deretan  dibagian  punggung.  Mulut  dikelilingi  oleh  sejumlah  tentakel  atau  lengan-lengan peraba  yang  tersusun  dalam  satu  lingkaran  atau  lebih.  Tentakel  ini  ada yang  berbentuk  perisai  (shield  shape),  berbentuk  bulu  burung  (pinnate  shape) ,  berbentuk  jari  (dgitate  shape)  dan  berbentuk  daun  (leaf  shape) (Sukmiwati, 2011).
Gambar 1. Morfologi teripang (Sumber Martoyo dkk, 2006)
2. Anatomi
              Holothuridea (teripang)  mempunyai  lengan, sedang  mulut  dan  anus  terletak  pada  ujung  poros yang  berlawanan.  Mulut  dikelilingi  oleh  tentakel  yang  berjumlah  10 - 30,  yang  merupakan modifikasi  dari  podia  (kaki tabung). Bentuk  tentakel tersebut  ada  yang  seperti perisai, pohon, bulu burung dan menjari seperti  daun. Kalau dilihat susunan dalam tubuh teripang, maka belakang mulut terdapat sebuah cincin kapur yang mengelilingi oesophagus,  terdiri  dari  potongan-potongan  berjumlah  10-18 buah.  Cincin  kapur  ini  berguna  untuk  mengeluarkan  leher, cincin  syaraf, tempat simpanan  air  dan  sebagai  dasar  penempatan  otot  panjang  (longitudinal ).  Dibelakang  cincin  kapur  ini  terdapat  cincin  air  yang  merupakan  pusat  dari  sistem  sirkulasi  air  dalam tubuh  (Yusron, 2004).
Dibawah  kulit  luar  (epidermis)  terdapat  kulit  dalam  (dermis)  yang  tebalnya  berbeda pada  tiap  jenis  teripang.  Di  bawah  lapisan  dermis  terdapat  otot  sirkulasi  dan  lima  otot longitudinal  tunggal  yang  terdapat  pada  genus  Apodida,  Elasipoda  dan  Dendrochirotida. Lima  otot  longitudinal  ganda  terdapat  pada  genus  Molpidida  dan  Aspidochirotida.  Sesudah  lapisan  tadi  terdapat  rongga  tubuh  yang  mengandung  alat-alat  tubuh  seperti  :  usus,  gonad,  pohon  respirasi,  tubulus  cuvier  dan  sebagainya  (Yusron, 2009).
Sistem  pencernaan  makanan  teripang  dimulai  dari  mulut,  kemudian  dari  cincin  kapur  dan  cincin  air  makanan  masuk  kedalam  kerongkongan,  ke  lambung  ke  usus  dan  terakhir  di  anus.  Usus  teripang  sangat  panjang  dapat  2  atau  3  bahkan  beberapa  kali  panjang  tubuhnya.  Dengan  demikian  usus  ini  dalam  keadaan  melingkar-lingkar. Sel-sel  perasa  teripang  menyebar  diseluruh  permukaan  tubuh,  terutama  terkumpul  pada bagian  mulut  dan  anus.  Sel-sel  perasa  ini  peka  terhadap  partikel  kimia ,  fisika, dan  juga cahaya. Sukmiwati (2011)  mengemukakan  bahwa  ke  dalam  kloaka  bemuara  beberapa  kelenjar dengan  getah  yang  sangat  lengket .  Bila  teripang  terserang  atau  terganggu ,  maka  pipa –pipa  ini  akan  mengeluarkan  getah  putih  yang  dapat  menjadi  benang-benang  penjerat.
Gambar 2. Anatomi teripang (Sumber Martoyo dkk, 2006)
C.      REPRODUKSI
Yusron (2009) mengemukakan bahwa secara umum teripang adalah dioecius, yaitu alat kelamin jantan dan betina terdapat pada individu yang berbeda. Hal ini karena holoturoidea mempunyai gonad tunggal (Hasanah dkk, 2012). Waktu reproduksi ditentukan Oleh kemampuan organisme dewasa dalam mendapatkan makanan yang selanjutnya diubah dalam bentuk energy untuk melakukan reproduksi.
Spesies yang hidup di perairan tropis tidak mempunyai waktu tertentu untuk musim pemijahannya sepanjang tahun. Diduga siklus reproduksi tersebut dipengaruhi oleh faktor luar diantaranya suhu, salinitas, kelimpahan makanan, serta intensitas cahaya matahari (Hasanah, 2012).
Gambar 3. Proses terjadinya reproduksi teripang sampai menjadi larva
(Martoyo dkk, 2006)
a. Proses pelepasan feromon oleh induk jantan dan betina; b. Proses pemijahan;
c. Fase gastrula; d. Embrio (larva auricularia)

Teripang menjalani dua fase kehidupan di alam, yaitu fase planktonis dan fase bentik. Larva teripang yakni stadia auricularia hingga doliolaria bersifat planktonis, kemudian pada stadia pentactula hidup sebagai bentik sampai menjadi teripang dewasa. (Yusron, 2003).
Proses pemijahan berlangsung sewaktu teripang jantan mengeluarkan spermanya ke air, lalu teripang betina mengeluarkan telur dibantu oleh rangsangan pheromone. Sperma teripang jantan akan membuahi sel telur yang di luar tubuh, kemudian telur yang sudah dibuahi akan tenggelam dan diangkat kembali oleh teripang betina dengan tentakelnya dan dimasukan lagi kedalam kantong pengeraman (Bakus, 1973). Selanjutnya Yusron (2003) menyatakan bahwa rata-rata pemijahan teripang berlangsung selama 30 menit, walaupun ada juga yang berlangsung antara 15 menit sampai 4 jam.
Secara umum, telur yang telah dibuahi setelah kira-kira 18 jam akan mengalami gastrula. Selanjutnya selama 3 sampai 4 hari larva ini akan menjadi larva auricularia dengan panjang sekitar 1 mm. tahap selanjutnya adalah larva aucularia akan menjadi larva doriolaria yang berbentuk tabung. Setelah mengalami proses metamorfosa, larva ini akan berkembang menjadi larva penctacula. Pada tahap ini mulai tampak sejumlah tentakel pada bagian anterior dan sepasang podia pada bagian posterior yang pada akhirnya menjadi teripang muda yang menetap pada dasar laut (Hasanah dkk, 2012).
D.      SIKLUS HIDUP TERIPANG
Teripang hidup di alam terdiri atas dua periode yaiti sebagai planktonic dan bentik, planktonik hidup melayang-layang di air, pada masa larva yaitu stadia aurikularia hingga diolaria, sedangkan sebagai bentik hidup melekat pada substrat atau benda lain yakni pada stadia penctactula hingga menjadi teripang dewasa.


Gambar 4 : Siklus hidup teripang di perairan (Martoyo dkk, 2006)

1. Tahapan gastrula; 2. Larva auricularia; 3. Larva gastrula; 4. Larva doliolaria; 5. Larva pentactula.
Perkembangan tidak langsung: Telur yang telah dibuahi 1-2-4-5-juvenil-dewasa.
Perkembangan langsung: Telur yang telah dibuahi 1-3-4-5-juvenil-dewasa.

E.     HABITAT, PERGERAKAN DAN TINGKAH LAKU (Holothuroidea)
a.   Habitat Teripang (Holothuroidea)
Teripang (Holothuroidea) hidup  sebagai  bentos ,  bergerak  dengan  sangat  lambat  atau  relatif  diam. berdiam  di  semua  lautan  dan  pada  setiap  kedalaman  terutama  di  perairan  dangkal didaerah  tropis.  Kelimpahan  menurun  dengan  bertambahnya  kedalaman  tetapi  tidak  berarti teripang  terdapat  pada  laut  dalam.  Di  perairan  philipina  teripang  di  temukan  pada kedalaman  10.200  meter  (Hasanah dkk, 2012)
Teripang  hidup  diberbagai  macam  habitat  dan  sering  hidup  berkelompok.  Beberapa kelompok  hidup  di  daerah  berbatu  yang  dapat  digunakan  untuk  bersembunyi,  yang  lain hidup  diantara  rumput  laut  atau  membenamkan  diri  di  lumpur  atau  pasir (Trijoko, 1991).
Menurut Sukmiwati (2011) habitat  dari  teripang  adalah  didasar  perairan  dengan  dasar berupa  lumpur,  pasir,  lumpur-pasir,  batu,  kayu  yang  berada  di  dasar  laut,  paparan  terumbu  karang  dan  gaba-gaba  terumbu  karang. Martoyo dkk (2006) menyatakan  bahwa  teripang  lebih  suka  hidup  pada  perairan  dengan kedalaman  berkisar  antara  1-6 m tetapi, untuk  jenis  teripang  tertentu  banyak  ditemukan  pada  kedalaman  air  10 m   pada surut  terendah,  namun  teripang  ini  cukup  banyak  pula  didapatkan  pada  kedalaman  perairan 8 m.
Pada  umumnya  teripang  menempati  ekosistem  terumbu  karang.  Jenis  yang  bernilai ekonomis  penting  biasanya  menempati  dasar  goba (lagoon)  atau  diluar  tubir  (outer reef) dengan  kedalaman  5-30 meter.  Sedangkan  jenis-jenis  teripang  yang  bernilai  ekonomis sedang  dan  rendah  menempati  daerah  yang  lebih  dangkal, seperti  padang  lamun  daerah pertumbuhan  alga, dan  daerah  rataan  terumbu (reef flat)  dengan  kedalaman  kurang  dari 2 meter (Hasanah dkk, 2012)
Berdasarkan  tipe  substrat  dasar  perairannya  dapat  diketehui  bahwa  kombinasi  dasar perairan  antara  pesisir,  karang  hidup  dan  tumbuhan  rumput  laut  merupakan  habitat  yang paling  cocok  bagi  beberapa  anggota  Holothuroidea.  Hamparan  pasir  dengan  sedikit Sargassum  dan  Laminaria  di  jumpai  agak  banyak  H.scabra. Hal ini  disebabkan  karena H.scabra  suka  membuat  lubang  didalam  pasir.  Pada  karang  yang  masih  hidup  pada  jarak 300 m dari  pantai  hanya  dapat  ditemui  satu  jenis  yaitu S. horrens.  Keadaan  diatas menunjukkan  bahwa  kelimpahan  pada  setiap  substrat  tidak sama (Trijoko, 1991).
Teripang  pasir (Holothuria  scabra)  banyak  ditemukan  pada  perairan  dangkal  dengan  dasar  perairan  pasir  campur  lumpur  yang  ditumbuhi  Seagrass  dan  kerang-kerang  mati.  Di  air dangkal  daerah  tropik  dan  sub  tropik,  Aspidochirota  seperti  genus  Holothuria,  Stichopus dan  Actinopyga,  ratusan  bahkan  ribuan  hidup  di  dasar  berpasir  atau  bersembunyi  pada  tumbuh-tumbuhan.  Di  rataaan  pasir  terbuka  pada  genangan  air  di  pulau  Onotozoa (pasifik) hanya  ditemukan  spesies  Holothuria  atra,  sedangkan di  rataan  pasir  gugus  pulau  pari  ditemukan  dua  spesies  yaitu  H. atra  dan  Bohadschia marmorata (Hasanah dkk, 2012).
b.    Pergerakan  dan  Tingkah  laku Teripang (Holothuroidea)
Teripang (Holothuroidea) merupakan  hewan  penghuni  dasar  perairan  yang  pergerakannya  sangat  lambat  di  dasar  laut,  di  atas  algae, di  atas  batu,  di  sela-sela  karang,  ditempat  berpasir,  pasir  berlumpur,  agak  terbenam  atau  tersembunyi  sama  sekali.  Bentuk  tubuh  teripang  yang  menyerupai  cacing  adalah  salah  satu  adaptasi  struktural  terhadap  substrat  lumpur. Berhubungan  dengan  sifat  kurang  bergerak  ini,  maka  biasanya  teripang  berada  di  tempat-tempat  yang  airnya  tenang.  Banyak  spesies  termasuk  Cucumaria,  pergerakan  sangat  kecil  dan  bekas-bekasnya  bertahan  dalam  waktu  yang  lama (Hasanah dkk, 2012)
Teripang  selalu  menempati  daerah-daerah  yang  digenangi  air  dirataan  pasir,  akan  bergerak  pindah  bila  mengalami  kekeringan  pada  waktu  air  surut  ketempat  yang  masih  digenangi  air,  terutama  ketempat  pertumbuhan  alga (Trijoko, 1991).
Gerakan  teripang  dilakukan  dengan  cara  kontraksi  tubuhnya  yaitu  menggerakkan  seluruh  bagian  tubuhnya  dengan  cara  mengerut  dan  mengembang (Sukmiwati, 2011).
Teripang  bergerak  dengan  bantuan  kaki  tabung  tetapi  gerakannya  sangat  lamban. Tubuh  teripang  terdiri  dari  lima  sisi,  pada  tiap  sisinya  terdapat  dua  baris  pembulu  kaki  yang  berfungsi  sebagai  alat  gerak  yang  dapat  diperpanjang dan diperpendek.  Kaki  dan  tangan  direkatkan  oleh  alat  pengisap  dan  bila  seluruh  pembuluh  kaki  mengerut,  tubuhnya  akan  tertarik  ke  depan,  kemudian  alat  pengisap  mengendor  dan  pembulu  kaki  direntangkan  kedepan  lagi.  Dari  gerakan  merentang  dan  mengerut  pada  seluruh  pembulu  kaki  ini,  akan  dihasilkan  gerakan  yang  tetap.  Dengan  gerakan  ini  pula  teripang  mudah  meloloskan  diri  keluar  kandang  apabila  kontruksi  kurung  tancap  kurang  bagus (Sudrajat  dan  Daud, 1989).
Kebanyakan  dari  teripang  adalah  jenis  nocturnal,  dengan  mengeluarkan  seluruh  tentakelnya  hanya pada malam  hari,  sehingga  kelimpahan  dan  aktifitasnya  cenderung  meningkat  hanya  pada  malam  hari  ketika  makan. Beberapa jenis  teripang  menutupi  tubuhnya  dengan benda  asing, seperti  H. surinamensis  ditutupi  oleh  selapis  lumpur  halus.  H. cubana  oleh  butir-butir  pasir.  Sedangkan  H. floridana  dan  H. atra  ditutupi  oleh  sisa  tumbuhan,  karang  dan  pasir.  H. leucospilota  dapat  terbawah  ombak  ketepi  pantai,  dan  selubung  lendirnya  melindungi  tubuh  dari kekeringan  dan  sinar  matahari (Sukmiwati, 2011).
F.     MAKAN DAN CARA MAKAN
Berdasarkan kebiasaan makannya, teripang dibagi menjadi dua yaitu pemakan plankton (famili Dendrochirotae) dan pemakan partikel atau substrat (Hyman, 1955). Teripang pemakan plankton menyaring dan mengumpulkan plankton dengan bantuan tentakelnya yang berlendir, sedangkan teripang pemakan substrat memakan sejumlah pasir yang ada (Setiabudi, 1993).
Menurut Notowinarto (1992), makanan teripang dapat berupa plankton dan kandungan detritus yang berada di dalam pasir. Menurut Setiabudi (1993), makanan yang disukai teripang diantaranya adalah organisme kecil, protozoa, diatom, nematoda, algae, foraminifra, radiolaria, dan detritus yang berada diantara parikel pasir atau hancuran karang.
G.    Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Kehidupan (Holothuroidea).
1.   Intensitas Cahaya
Dengan terbentuknya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasaan yang menyebabkan kolam air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan. Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini paling baik ditransmisi dalam air sampai dasar (Barus, 1996).
Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001), banyaknya cahaya yang menembus permukaan air laut dan menerangi lapisan permukaan air laut memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan fitoplankton. Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar yaitu sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbu-tumbuhan yang menjadi sumber makanannya.
2.   Suhu
Pada setiap penelitian perairan, pengukuran suhu adalah hal yang harus dilakukan sebab kelarutan berbagai gas dalam air serta seluruh aktifitas biologis dan fisiologis organisme perairan sangat dipengaruhi oleh suhu. Juwana (2001)  menyebutkan bahwa batas minimum dan maksimum suhu berkisar antara 16oC-17Co dan 36oC.
Pola temperatur ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi dari pepohonan yang tumbuh di tepi perairan (Juwana, 2001).
3.   Salinitas
Ciri paling khas pada air laut adalah rasa asin, karena mengandung bermacam-macam garam dan yang paling utama adalah NaCI. Diperairan samudra salinitas biasanya berkisar antara 34-35‰  (Nontji,1993). Salinitas rata-rata daerah tropis adalah sekitar   35‰, dan organisme laut tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang dari salinitas laut normal, 32-35‰ (Brotowidjojo et al., 1994). Namun pengaruh salinitas tergantung pada kondisi perairan laut setempat atau pengaruh alam seperti badai dan hujan (Supriharyono, 2002).
4.   DO (Disolved Oxsigen)
DO merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut  merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen didalam air terutama sangat dipengaruhi oleh faktor suhu, di mana  kelarutan maksimum terdapat pada suhu 0oC, yaitu sebesar 14,16 mg/l sedangkan nilai oksigen terlarut di perairan sebaliknya tidak lebih kecil dari 8 mg oksigen/liter air. Dengan peningktan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut.
Sumber utama oksigen terlarut dalam air berasal dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan juga dari proses fotosintesis (Juwana, 2001). Menurut (Sukmiwati, 2011) oksigen hilang dari air alam oleh adanya pernapasan biota, penguraian bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin oksigen dan kenaikan suhu.
5.   pH (Power of Hidrogen)
            Untuk pH merupakan suatu satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar keasaman. Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH, pH yang ideal bagi khidupan organisme akuatik termasuk makrozoobentos pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat  basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 1996).
6.   Jenis Substrat Dasar
Substrat merupakan senyawa yang bereaksi dengan bantuan enzim. (Sukmiwati, 2011). Komponen organik utama yang terdapat didalam air adalah asam amino, protein, karbohidrat dan lemak. Sedangkan komponen lain seperti asam organik, hidrokarbon, vitamin, dan hormon juga ditemukan di perairan. Tetapi hanya 10% dari material organik tersebut yang mengendap sebagai substrat ke dasar perairan.




DSA

 
BAB III
METODE PKL
A.    Waktu Lokasi PKL
Praktek kerja lapangan ini dilaksanakan pada tanggal 19 – 20 September 2013 dan berlokasi pada daerah pantai Nang Desa Waai kabupaten Maluku Tengah. Untuk identifikasi jenis teripang dilaksanakan pada tanggal 3 November 2013 dan berlokasi di Laboratorium UPT Balai Konservasi Biota Laut – LIPI Ambon.
B.     Alat dan Bahan
Beberapa jenis  alat yang digunakan dalam pengamatan lapangan adalah sebagai berikut Karet  gelang, Kantong  plastik (ukuran  3 dan 5 kg), Buku  Tulis, Kamera  digital, Pensil  dan  bolpoin, Tali nilon (tali plastic), Kertas  label, Sarung  tangan, Wadah (ember  sedang), Spidol  permanen, Mistar, Pipa Paralon (plot), meteran rol, buku identifikasi Echinodermata, GPS, fin, masker dan sepatu katak. Sedangkan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut: Teripang, Formalin 70% dan Tissue rol.
C.    Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan teripang yang terdapat pada daerah Pantai Nang Desa Waai.
2.      Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah jenis – jenis teripang yang ditemukan di dalam setiap plot.
D.    Prosedur Kerja

1.      Pengambilan Sampel
            Pengamatan  dilakukan  secara  kuantitatif  dengan  penerapan  metode  transek  kuadrat pada  lokasi  yang  sudah  ditentukan. Panjang pantai Nang Desa Waai adalah ±1500 m namun, dalam penelitian ini hanya digunakan aerah di mana terdapat teripang saja yaitu 200 m. Sebanyak  5 garis transek  ditarik tegak  lurus  dari garis pantai kearah  tubir (slope) dengan panjang 50 meter. Jarak setiap garis transek 50 meter.  Pada setiap garis transek diletakan plot berukuran 1 x 1 meter sebanyak 5 buah secara berselang seling dan jarak antar plot 10 meter. Pengamatan  dilakukan  pada  saat  air  laut  surut  terendah  atau  menjelang  surut.  Pada  setiap  petak  transek (plot) tersebut,  diambil satu individu yang mewakili tiap spesiesnya kemudian  diawetkan  dalam formalin 70% kemudian  ditentukan  jenisnya.

2.      Identifikasi Sampel
a.       Dokumentasi jenis teripang dalam bentuk foto di darat.
b.      Teripang yang sudah dihitung diambil satu individu untuk di identifikasi.  Dibilas dengan air bersih dan dikeringkan untuk identifikasi lebih lanjut di laboratorium.
Gambar 5 : Denah Lokasi Penelitian

E.     Analisis Data
Data hasil pengamatan akan di analisis secara deskriptif dengan menampilkan gambar jenis – jenis teripang yang ditemukan pada daerah Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah. Dan untuk melengkapi penelitian inventarisasi jenis-jenis teripang ini maka dihitung pula kepadatan teripang dan kepadatan relatifnya dimana secara umum kepadatan merupakan jumlah total indifidu per satuan luas area. Kepadatan dan kepadatan relatif dapat dihitung dengan menggunakan rumus menurut  Brower and Zar dalam  Alfitriatussulus (1989) sebagai berikut ;
a. Kepadatan (ind/m2)
Di =
Dimana:
Di : kepadatan spesies untuk spesies ke i
ni : jumlah total individu spesies ke i
A : luas total daerah yang disampling.

b. Kepadatan relatif (%)
RD =
Dimana :
RD : kepadatan relatif spesies ke i
Di : kepadatan untuk spesies ke i
∑D : jumlah kepadatan semua spesies.




 
DSA

 
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
  1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Batas – batas desa waai kabupaten Maluku tengah adalah sebagai berikut
Sebelah timur                    :           Berbatasan dengan Selat Haruku
Sebelah Barat                    :           Berbatasan dengan Desa Morela
Sebelah Selatan                 :           Berbatasan dengan Desa Tulehu
Sebelah Utara                    :           Berbatasan dengan Desa Liang

Perairan pantai Desa Waai terletak pada posisi S: 3ยบ34'55.20" dan E: 128°19'06.24", secara oseanografi merupakan daerah pasang surut yang agak luas, dimana panjang garis pantainya mencapai kurang lebih 1.500 meter, serta panjang garis pantainya secara vertical ke arah tubir (slope)  adalah ± 300 meter. Desa Waai secara geografi berada pada wilayah Pulau Ambon bagian Selatan, tetapi secara Administrasi pemerintahan berada pada wilayah Kabupaten Maluku Tengah.
Daerah pasang surut Desa Waai terdiri dari habitat karang mati, pecahan karang mati, berbatu, pasir, dan sedikit karang hidup serta banyak ditemukan ekosistem padang lamun.  Kondisi terumbu karang maupun habitat di perairan pantai dapat dikatakan hampir memprihatinkan, karena hanya sebagian kecil saja dari daerah Pantai Nang yang masih dihuni oleh karang hidup. Oleh karena itu hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari masyarakat maupun pemerintah setempat untuk mencegahnya.
Untuk kondisi ekosistem padang lamun di daerah pasang surut Pantai Nang Desa Waai sangat baik hal ini dibuktikan dari sebagian besar dari bagian pesisir pantai Desa Waai dihuni oleh beberapa jenis padang lamun. Organisme yang hidup pada perairan ini yaitu : Nekton (Ikan – ikan kecil), bentos (Bulu babi dan bivalvia), perifiton (Tiram, algae) dan neuston (serangga yang berterbangan di permukaan air). Produsen pada perairan ini yaitu spermatophyte air, fitoplankton dan alga. Sedangkan konsumen berupa Nekton, bentos, perifiton dan neuston.
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian
B.     Jenis – Jenis Teripang Pada Perairan Pantai Nang Desa Waai
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka didapat 3 jenis teripang pada perairan Pantai Nang Desa Waai. Jenis – jenis teripang yang ditemukan dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 1. Jenis jenis teripang yang  diperoleh pada setiap transek penelitian di  perairan Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2013.

No.

Jenis
TRANSEK

Total
1
2
3
4
5
1.
Holothuria edulis
1
1
0
1
0
3
2.
Holothuria leukospilota
5
1
2
1
2
11
3.
Holothuria scabra
2
1
0
1
1
5
Total
8
3
2
3
1
19

            Berdasarkan data pada tabel 1. Jenis-jenis teripang yang diperoleh pada setiap transek penelitian di  perairan Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2013, Ditemukan teripang jenis Holothuria edulis sebanyak 3 indifidu, untuk teripang jenis Holothuria leukospilota ditemukan sebanyak 11 indifidu dan untuk teripang jenis Holothuria scabra ditemukan sebanyak 5 indifidu. Sehingga total jumlah indifidu teripang yang ditemukan pada lokasi penelitian adalah 19 indifidu.
Dari ketiga jenis teripang diatas, teripang jenis Holothuria leukospilota yang ditemukan dengann jumlah spesies tertinggi dibandingkan dengan kedua jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena substrat tempat hidup dari teripang jenis ini yaitu di daerah bebatuan terkhususnya di bagian bawah batu atau karang, sehingga agak sulit ditemukan oleh mayarakat sekitar dan menyebabkan populasinya sedikit lebih meningkat dibandingkan kedua jenis lainnya. Menurut Sukmiwati (2011) teripang jenis Holothuria leukospilota bila posisinya kebetulan diatas bebatuan ataupun karang, maka akan dengan mudah terbawa ombak ke tepian pantai, sehingga jenis ini yang paling banyak ditemukan jumlahnya.
Bila dibandingkan dengan teripang jenis Holothuria leukospilota yang ditemukan dengan jumlah spesies tertinggi, untuk teripang jenis Holothuria edulis justru menempati posisi terendah dalam hal jumlah jenis teripang di daerah ini. Rendahnya jumlah dari teripang jenis ini adalah karena tipe substrat yang tidak sesuai, dimana tempat hidupnya yaitu di permukaan bebatuan ataupun diatas pasir. Selain itu teripang jenis Holothuria edulis ini lebih digemari dari pada jenis Holothuria leukospilota sehingga masyarakat sekitar serta para nelayan lebih memfokuskan diri untuk mencari  teripang jenis Holothuria edulis ketimbang teripang jenis Holothuria leukospilota dan hal inilah yang menyebabkan rendahnya nilai kepadatan untuk jenis teripang Holothuria edulis.
Untuk teripang jenis Holothutia scabra sendiri adalah merupakan hewan nocturnal yang berarti melakukan sebagian besar aktifitasnya pada malam hari sehingga pada proses pengambilan sampel dilakukan, Holothutia scabra yang ditemukan jumlahnya tidak berbeda jauh dari Holothuria edulis karena waktu pengambilan sampel dilakukan pada siang hari.
Berikut ini adalah deskripsi jenis teripang (Holothuroidea) yang ditemukan di lokasi praktikum, dijabarkan  menurut Patrick dan Charles (1995).
  1. Holothuria edulis
Tubuh jenis teripang ini berbentuk bulat panjang atau silindris, mulut dan dubur berada pada salah satu ujungnya, warna tubuh bagian atas berwarna hitam. Sedangkan bagian bawah warna merah (Gambar 7) Holothuria edulis. Menurut Patrick dan Charles (1995), terdapat tentakel-tentakel bercabang yang mengelilingi mulut. Tubuh berotot tebal, lembek atau licin, kulitnya halus. Sering dijumpai membenamkan diri dalam pasir, dipermukaan pasir padang lamun dan terumbuh karang dan panjangnya kira-kira sekitar 10-30 cm.
Gambar 7. (Holothuria edulis)
  1. Holothuria leukospilota
Holothuria leucospilota, umumnya dikenal sebagai teripang hitam, adalah spesies laut invertebrata dalam keluarga Holothuriidae. Ini telah ditempatkan dalam subgenus Mertensiothuria membuat yang penuh ilmiah nama Holothuria leucospilota. (Gambar 8).  Ini adalah spesies jenis dari subgenus dan ditemukan di dasar laut di perairan dangkal di bagian barat Indo-Pasifik.
Holothuria leucospilota adalah teripang menengah mencapai panjang hingga 40 cm (16 in) saat santai namun dapat meregang untuk sekitar satu meter ketika diperluas. Kira-kira berbentuk menyerupai silinder, lonjong menjelang akhir posterior. Pada akhir anterior, ada dua puluh tentakel lisan dengan tips bercabang dan mengelilingi mulut yang berada di sisi bawah tubuh. Hewan ini lembut dan lentur dan ditutupi dengan berdaging papila . Warna biasa adalah abu-abu arang atau kemerahan-hitam dengan abu-abu pucat kaki tabung di bagian bawah tetapi pada lepas pantai Afrika ditemukan berwarna terang atau coklat gelap dengan bercak putih yang lebih besar menjelang akhir posterior.
Gambar 8. (Holothuria leukospilota)
  1. Holothuria scabra
Bentuk badannya bulat panjang. Di bagian perut umumnya berwarna kuning keputih-putihan. Punggungnya berwarna abu-abu sampai kehitaman, dengan garis-garis melintang berwarna hitam. Seluruh bagian tubuh bila diraba terasa kasar. Teripang ini banyak ditemukan di sela-sela karang yang masih hidup ataupun mati, dan di perairan yang dasamya mengandung pasir halus. Menurut Martoyo dkk (2006) teripang putih merupakan spesies yang hidup dengan cara berkelompok. Dalam satu kelompok bisa mencapai 3-10 ekor.
Teripang putih (Holothuria scabra) atau sering disebut dengan teripang pasir (Gambar 9) akan hidup optimal di daerah dasar perairan terdiri dari pasir atau pasir berlumpur yang ditumbuhi lamun (seagrass). Perairan pada surut terendah masih tergenang air yang dalamnya antara 40-80 cm dan kecerahan air di atas 75 cm dan arus tidak terlalu kuat serta terlindung dari angin yang kencang. Perairannya tidak tercemar dengan Salinitas antara 24-33 ppt serta suhu 25-30 derajat celcius.
Teripang pasir dapat tumbuh sampai ukuran 40 cm dengan bobot 1,5 kg. Kematangan gonad hewan air berumah dua (diosis) ini pertama kali terjadi pada ukuran rata-rata 220 mm. Seekor teripang betina mampu menghasilkan telur dalam jumlah yang sangat banyak hingga mencapai sekitar 1,9 juta butir telur. Daur hidup hewan ini dimulai dengan telur yang dibuahi yang akan menetas dalam waktu sekitar 2 hari.
Gambar 9. ( Holothuria scabra)
C.    NILAI KEPADATAN DAN KEPADATAN RELATIF
Hasil analisis kepadatan dan kepadatan relatif teripang (Holothuria) pada 5 transek pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini
Tabel 2. Nilai rata-rata kepadatan dan kepadatan relatif dari ketiga jenis teripang
NO
JENIS
Di
RD
1
Holothuria edulis
0,12
15,82
2
Holothuria leukospilota
0,44
59,16
3
Holothuria scabra
0,20
24,98
Rata-rata kepadatan untuk masing-masing jenis teripang adalah 0,12 individu/m² (Holothuria edulis): 0,44 individu/m² (Holothuria leukospilota) dan 0,20 individu/m² (Holothuria scabra). Dan Rata-rata kepadatan relatif untuk masing-masing jenis teripang adalah 15,28% (Holothuria edulis): 59,16% (Holothuria leukospilota) dan 24,98% (Holothuria scabra).
Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukan bahwa kepadatan teripang di daerah Pantai Nang Desa Waai cukup rendah. Rendahnya kepadatan jenis teripang yang ada pada daerah Waai ini disebabkan karena aktivitas masyarakat sekitar dalam   mangambil teripang secara berlebihan dan tanpa mengenal musiman untuk dimanfaatkan.
Selain dari aktivitas masyarakat setempat yang mengambil teripang secara berlebihan, ada faktor lain pula yang menyebabkan rendahnya kepadatan teripang di perairan ini, yaitu substrat tempat hidupnya yang tidak cocok.
Sedangkan untuk hasil perhitungan nilai kepadatan relatif sendiri berbanding lurus dengan perhitungan nilai kepadatan dimana semakin tinggi nilai kepadatan, maka nilai kepadatan relative pun akan semakin tinggi, sebaliknya apabila perhitungan nilai kepadatan rendah, maka nilai kepadatan relatif yang akan diperoleh pun juga rendah.
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sangadji (2012), maka hasil penelitian kepadatan jenis teripang di Pantai Nang Desa Waai ini masih sangat rendah. Dimana pada penelitian Sangadji (2012) diperoleh jumlah individu sebanyak 119 ekor dari 23 plot pengamatan yang dipakai, sedangkan pada panyai Nang Desa Waai diperoleh individu sebanyak 19 ekor dari 25 plot pengamatan yang dipakai.





DSA

 
BAB V
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh saat PKL, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut
  1. Terdapat 3 jenis teripang pada daerah Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah antara lain Holothuria edulis, Holothuria leukospilota dan Holothuria scabra.
  2. Dari keseluruhan ketiga jenis teripang yang diperoleh Holothuria leukospilota adalah yang paling banyak jumlahnya yaitu 11 indifidu, kemudian disusul dengan Holothuria scabra pada posisi  no dua dengan jumlah indifidu sebanyak 5 indifidu dan yang terakhir adalah Holothuria edulis dengan jumlah indifidu sebanyak 3 indifidu.
  1. SARAN
1.   Perlu adanya kajian lebih lanjut tentang pengaruh musim terhadap kelimpahan   teripang (Holothuridae).
2.   Perlu adanya kajian tentang kelimpahan teripang pada siang hari dan malam hari terkait dengan pola sebaran dan sifat makannya.

 


DSA

 
DAFTAR PUSTAKA

Alfitriatussulus. 1989. Sebaran moluska (bivalvia dan gastropoda) di muara sungai Cimandiri, Teluk Pelabuhan Ratu Jawa Barat.
Aziz. A. 1996. Makan Dan Cara Makan Berbagai Jenis Teripang. Oseana 21(40): 43-59.
Bakus, G.J. 1973. The Biology and Ecology Of Tropical Holothurians. In : Biology and Geology of Coral Reefs (O.A. Jones & R. Endean, eds.), vol. 2 Biology 1. Academic Press, N.Y. & London : 325-367.
Brotowidjojo, M.D. 1994. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga, hlm: 118-124.
Brower, J. E. and J. H.Zar. 1977. General Zoology. Win C. Brown Company Publisher. Lowa. 194 p.
Darsono, P. 2007. Teripang (Holothuridea) : Kekayaan Alam Dalam Keragaman Biota Laut. Oseana, Volume xxxii, Nomor 2 : 1 – 10.
Hasanah, U., Suryanti. Dan Sulardioni, B. 2012. Sebaran Dan Kepadatan Teripang (Holothuroidea)  Di Perairan Pantai Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. Journal Of Management Of Aquatic Resources. Volume 1, Nomor 1, Halaman 1-7.
Hyman, J. H., 1955. The invertebrate Echinodermata VII. Class Holothuridea. The coelomate VI. Mac. Graw-Hill. Bode company. New York : 170 – 210.
Martoyo, J. N. Aji  dan T. Winanto. 2006. Budidaya Teripang. Penebar Swadaya. Jakarta. 75pp.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Djembatan. Hlm: 200-209.
Notowinarto  dan  D. H. Putro.  1992.  Pemijahan  Teripang  Putih  (Holothuria  scabra)  dengan  Metode  Manipulasi  lingkungan.  Balai  Budidaya  Laut,  Lampung.  Buletin  Budidaya  Laut  No.  4  (1992)  :  1 – 7.
Patrick L. Colin dan Charles Armeson. 1995. Tropical Pacifik Invertebrates. California: Coral Reef Press. Hlm: 235 – 265.
Purwati, P. 2001. Ekspresi fision dan konsekuensinya bagi populasi fisiparus holothuridea (Echinodermata). Oseana 26(4): 33 – 41.
Purwati, P. 2005. Teripang Indonesia : Komposisi Jenis Dan Sejarah Perikanan. Oseana, Volume xxx, Nomor 2 ; 11 – 18.
Purwati, P. 2005. Reproductive pattern on Holothuria scabra (Echinodermata : Holothuroidea) in Indonesian waters. (In press). Marine Research in Indonesia.
Rajab, A.W., 2009. Fauna Echinodermata diperairan Nusa Laut, Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku. Prosiding Seminar Nasional Biologi xx dan Kongres Perhimpunan Biologi Indonesia xiv. 11 hal.
Sangadji, P. 2012. Studi Keragaman Jenis Teripang (Holothuridea) Di Perairan Pantai Waruputih Desa Rohomoni Kabupaten Maluku Tengah. Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pattimura Ambon.
Setiabudi, E. 1993. Hasil penelitian teknologi penanganan dan pengolaan teripang (Holothuridea). Sub Balai Penelitian Perikanan Laut. Slipi, Jakarta.
Sudrajat,  dan  R.  Daud.  1989.  Budidaya  Teripang  dengan  Metode  Kurung  Tancap  (Hampang) .  Balit  Kandita,  Maros.  Warta  Penelitian  dan  Pengembangan  Pertanian  Vol .  XIV  No .  2  (1992)  :  1 – 3.
Sukmiwati, M., Salmah, S., Ibrahim, S., Handayani, D. dan Purwati, P. 2011. Keanekaragaman Teripang (Holothuroidea) di Perairan Bagian Timur Pantai Natuna Kepulauan Riau. Jurnal Natur Indonesia 14(2) : 131-137.
Supriharyono, M.  S. 2002. Pengelolaan Ekosistem Terumbuh Karang. Jakarta: Djembatan. Hlm: 24-25.
Titaley, P.A. 2006. Kebijakan Revitalisasi Pertanian di Maluku. Makalah disampaikan pada Lokakarya Sagu dengan Tema “Sagu dalam Revitalisasi Pertanian Maluku”. Kerja Sama Universitas Pattimura, Bappeda Maluku, Dinas Pertanian Provinsi Maluku dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, Ambon 29−31 Mei 2006.
Trijoko,  1991.  Penyebaran  Teripang  (Holothuroidea)  di  Pulau  Bawean.  Balai  Budidaya  Laut,  Lampung.  Buletin  Budidaya  Laut  No.  2  (1991)  :  37 – 40.
Yusron, E. 2003. Sumberdaya teripang (Holothuroidea) di Perairan Teluk Kotania, Seram Barat – Maluku Tengah. Dalam Pesisir dan Pantai Indonesia VIII. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI, Jakarta : 129 - 133.
Yusron, E. 2009. Keanekaragaman Jenis Teripang (Holothuroidea) Di Perairan Minahasa Utara Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia.  35(1): 19-28.





DSA

 
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis-Jenis Teripang Yang  Diperoleh Pada Setiap Transek Pengamatan

No.

Jenis
TRANSEK

Total
1
2
3
4
5
1.
Holothuria edulis
1
1
0
1
0
3
2.
Holothuria leukospilota
5
1
2
1
2
11
3.
Holothuria scabra
2
1
0
1
1
5
Total
8
3
2
3
1
19


Tabel 2. Nilai Rata-Rata Kepadatan Dan Kepadatan Relatif Dari Ketiga Jenis Teripang yang ditemukan

No.
Jenis
Di
RD
1.
Holothuria edulis
0,12
15,82
2.
Holothuria leukospilota
0,44
59,16
3.
Holothuria scabra
0,20
24,98

Tabel 3. Kepadatan Populasi Dari Ketiga Jenis Teripang ( Ind/m²)
No.
Jenis
Transek Pengamatan
Rata rata
Ind/m2
I
II
III
IV
V
1.
Holothuria edulis
0,2
0,2
0
0,2
0
0,12
2.
Holothuria leukospilota
1
0,2
0,4
0,2
0,4
0,44
3.
Holothuria scabra
0,4
0,2
0
0,2
0,2
0,20

Tabel 4. Kepadatan Relatif  Teripang Dari Ketiga Jenis Teripang (%)
No.
Jenis
Transek Pengamatan

Rata–Rata
I
II
III
IV
V
1.
Holothuria edulis
12,5
33,3
0
33,3
0
15,82
2.
Holothuria leukospilota
62,5
33,3
100
33,3
66,7
59,16
3.
Holothuria scabra
25
33,3
0
33,3
33,3
24,98







Tabel 5. Jenis jenis teripang yang  diperoleh pada setiap plot pengamatan
Nomor Transek

JENIS
PLOT PENGAMATAN
Jumlah         Individu
I
II
III
IV
V

A
1.Holothuria edulis
0
0
0
1
0
1
2.Holothuria leukospilota
1
2
1
1
0
5
3. Holothuria scabra
0
1
1
0
0
2
Jumlah

8

B

1.Holothuria edulis
0
0
0
1
0
1
2.Holothuria leukospilota
0
0
0
1
0
1
3. Holothuria scabra
1
0
0
0
0
1
Jumlah

3

C
1.Holothuria edulis
0
0
0
0
0
0
2.Holothuria leukospilota
0
0
1
1
0
2
3. Holothuria scabra
0
0
0
0
0
0
Jumlah

2

D
1.Holothuria edulis
0
0
0
1
0
1
2.Holothuria leukospilota
0
0
1
0
0
1
3. Holothuria scabra
0
0
0
0
1
1
Jumlah





3

E
1.Holothuria edulis
0
0
0
0
0
0
2.Holothuria leukospilota
0
0
1
1
0
2
3. Holothuria scabra
0
0
0
0
1
1
Jumlah

3
T o t a l

19











Tabel 6. Perhitungan Kepadatan Jenis Teripang
1). Kepadatan Populasi (ind/m²) => Di =  
TRANSEK
Spesies
Jumlah individu
Perhitungan              (ind/m²)
Hasil

TRANSEK I
1.Holothuria edulis
1
1 / 5
0,2
2.Holothuria leukospilota
5
5 / 5
1
3. Holothuria scabra
2
2 / 5
0,4
Jumlah



1,6

TRANSEK II
1.Holothuria edulis
1
1 / 5
0,2
2.Holothuria leukospilota
1
1 / 5
0,2
3. Holothuria scabra
1
1 / 5
0,2
Jumlah



0,6

TRANSEK III
1.Holothuria edulis
0
0 / 5
0
2.Holothuria leukospilota
2
2 / 5
0,4
3. Holothuria scabra
0
0 / 5
0
Jumlah



0,4

TRANSEK IV
1.Holothuria edulis
1
1 / 5
0,2
2.Holothuria leukospilota
1
1 / 5
0,2
3. Holothuria scabra
1
1 / 5
0,2
Jumlah



0,6


TRANSEK V


1.Holothuria edulis
0
0 / 5
0
2.Holothuria leukospilota
2
2 / 5
0,4
3. Holothuria scabra
1
1 / 5
0,2

Jumlah



0,6
Tabel 7. Perhitungan Kepadatan Relatif Dari Teripang
2).Kepadatan Relatif (%) =>  Kr =  Di   x 100%         
                                                                           SD
TRANSEK
Spesies
Perhitungan
Hasil (%)

TRANSEK I
1.Holothuria edulis
0,2 / 1,6 x 100%
12,5%
2.Holothuria leukospilota
1 / 1,6 x 100%
62,5%
3. Holothuria scabra
0,4 / 1,6 x 100%
25%
Jumlah


100%

TRANSEK II
1.Holothuria edulis
0,2 / 0,6 x 100%
33,3%
2.Holothuria leukospilota
0,2 / 0,6 x 100%
33,3%
3. Holothuria scabra
0,2 / 0,6 x 100%
33,3%
Jumlah


100%

TRANSEK III
1.Holothuria edulis
0 / 0,4 x 100%
0%
2.Holothuria leukospilota
0,4 / 0,4 x 100%
100%
3. Holothuria scabra
0 / 0,4 x 100%
0%
Jumlah


100%

TRANSEK IV
1.Holothuria edulis
0,2 / 0,6 x 100%
33,3%
2.Holothuria leukospilota
0,2 / 0,6 x 100%
33,3%
3. Holothuria scabra
0,2 / 0,6 x 100%
33,3%
Jumlah


100%

TRANSEK V
1.Holothuria edulis
0 / 0,6 x 100%
0%
2.Holothuria leukospilota
0,4 / 0,6 x 100%
66,7%
3. Holothuria scabra
0,2 / 0,6 x 100%
33,3%
Jumlah


100%

Tabel 8. Data Pada Tansek A
Kode
Jenis
Jumlah     (individu)
Substrat
A1.
Holothuria leucospilota
1
Pasir, berbatu, pecahan karang mati, daerah akar mangrov
A2.
Holothuria leucospilota
2
Pasir, berbatu dan pecahan karang mati
Holothuria scabra
1
A3.
Holothuria leucospilota
1       
Pasir, karang mati dan padang lamun
Holothuria scabra
1
A4.
Holothuria edulis
1
Pasir, Karang mati dan padang lamun
Holothuria leucospilota
1                           
A5.
-
-
Pasir, Karang hidup, karang mati dan padang lamun


Tabel 9. data Pada Transek B
Kode
Jenis
Jumlah     (individu)
Substrat
B1.
Holothuria scabra
1
Pasir, berbatu danpecahan karang mati
B2.
-
-
Pasir, berbatu, pecahan karang mati, padang lamun
B3.
-
-
Pasir, berbatu, pecahan karang mati, karang hidup dan padang lamun
B4.
Holothuria edulis
1       
Pasir, karang mati, karang hidup dan padang lamun
Holothuria leukospilota
1
B5.
-
-
Pasir, Karang mati karang hidup dan padang lamun


Tabel 10. data Pada Transek C
Kode
Jenis
Jumlah     (individu)
Substrat
C1.
-
-
Pasir, berbatu, pecahan karang mati
C2.
-
-
Pasir, berbatu pecahan karang mati dan padang lamun
C3.
Holothuria leucospilota
1
Pasir, karang mati dan karang hidup
C4.
Holothuria leucospilota
1
Pasir, Karang hidup, dan karang mati
C5.
-
-
Pasir, Karang hidup, dan karang mati
­­­­
Tabel 11. data Pada Transek D
Kode
Jenis
Jumlah     (individu)
Substrat
D1.
-
-
Pasir, berbatu, pecahan karang mati dan daerah akar mangrove
D2.
-
-
Pasir, berbatu dan pecahan karang mati
D3.
Holothuria leucospilota
1
Pasir, karang mati, karang hidup dan padang lamun
D4.
Holothuria edulis
1
Pasir, Karang hidup, dan karang mati
D5.
Holothuria edulis
1
Pasir, Karang hidup, dan karang mati

Tabel 12. data Pada Transek E
Kode
Jenis
Jumlah     (individu)
Substrat
E1.
-
-
Pasir, berbatu danpecahan karang mati
E2.
-
-
Pasir, berbatu dan pecahan karang mati
E3.
Holothuria leucospilota
1
Pasir, karang mati dan karang hidup
E4.
Holothuria leucospilota
1
Pasir, Karang hidup, dan karang mati
E5.
Holothuria edulis    
1
Pasir, Karang hidup, karang mati dan padang lamun

DAFTAR LAMPIRAN

       

       

       
Lampiran 1. Lokasi Praktek Kerja Lapangan dan Peniyapan Peralatan PKL


          

          

          
Lampiran 2. Pembuatan Transek Dan Pengamatan Spesies Teripang Pada Plot



            
            
              
Lampiran 3. Proses Identifikasi Sampel Teripang Di Laboratorium UPT Balai Konservasi Biota Laut – LIPI Ambon.

LAMPIRAN 4. JENIS – JENIS TERIPANG YANG DIPEROLEH
   
     (Holothuria edulis)                        (Holothuria leukospilota)


(Holothuria scabra)