INVENTARISASI JENIS-JENIS TERIPANG (Holothuridea) DI DAERAH PANTAI NANG
DESA WAAI KABUPATEN MALUKU TENGAH
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
Oleh :
TONY MARCHEL LOLONLUN
NIM. 2010 – 76 – 012
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Propinsi
Maluku merupakan Propinsi kepulauan yang Secara geografis
terletak diantara 2°30´ - 8°30´ LS dan
124° - 135°30´ BT dengan luas wilayahnya mencapai 712.479,65 km²,
Provinsi kepulauan ini didominasi oleh perairan sebesar 92,4% (Titaley, 2006)
Provinsi kepulauan yang
didominasi oleh perairan sebesar 92,4% ini Banyaknya menyimpan terumbu karang
serta padang lamun yang membuat wilayah ini memiliki sumber daya alam dengan
keanekaragaman jenis hewan yang tinggi salah satunya dari filum Echinodermata (Sukmiwati,
2011).
Perairan
pantai Desa Waai
terletak pada posisi S: 3ยบ34'55.20" dan E:
128°19'06.24", secara oseanografi merupakan daerah pasang surut yang agak luas, dimana panjang garis pantainya mencapai kurang lebih 1.500
meter, serta panjang garis pantainya secara vertical ke arah tubir (slope) adalah ± 300 meter. Desa Waai secara
geografis berada pada wilayah Pulau Ambon bagian Selatan,
tetapi secara Administrasi pemerintahan berada pada wilayah Kabupaten Maluku
Tengah. Perairan Desa Waai kaya akan sumber daya laut,
diantaranya lamun, Mollusca, bulu babi, bintang laut dan teripang.
Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit
duri (Echinodermata) yang tergolong dalam kelas holothuroidea. Namun, tidak
semua jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya. Ada beberapa jenis teripang
yang tidak berduri (Martoyo dkk, 2006).
Beberapa
spesies teripang yang mempunyai nilai ekonomis penting diantaranya: teripang
putih (Holothuria scabra), teripang
koro (Microthele nobelis), teripang
pandan (Theenota ananas), teripang
dongnga (Stichopu spp.) dan beberapa
jenis teripang lainnya. Selain itu teripang-teripang diatas banyak di
manfaatkan sebagai bahan makanan secara langsung dengan model pengolahannya
yang sangat sederhana yang berbentuk teripang segar maupun dengan proses yang
melalui pengeringan, pembekuan, pembuatan tepung dan di olah menjadi
makanan kerupuk teripang (Nontji, 1993).
Daerah Pantai Nang Desa Waai merupakan perairan
berarus sedang yang memungkinkan hewan dari filum Echinodermata seperti
teripang dapat berkembang biak dengan baik. Masyarakat Desa Waai juga cukup
menggemari teripang (Holothuridea)
dan mengambilnya sebagai bahan makanan untuk dikonsumsi. Pantai Nang Desa Waai
merupakan daerah yang sangat potensial untuk menginventarisasi jenis-jenis
teripang, karena pada daerah ini masyarakat sekitar sering melakukan
penangkapan teripang secara berlebihan, baik itu menggunakan cara tradisional,
maupun modern. Sejauh ini penelitian menyangkut teripang belum pernah dilakukan
di daerah Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah ini.
Melihat dari
manfaat teripang yang mempunyai prospek ekonomis yang baik sebagai komoditas ekspor serta kandungan protein yang tinggi bagi masyarakat yang hidup
di sekitar wilayah Pantai Desa Waai, serta belum pernah adanya penelitian
yang dilakukan menyangkut teripang di daerah perairan ini, maka perlu dilakukan suatu kajian ekologis mengenai
jenis-jenis teripang
dalam rangka pengembangan wilayah perairan pantai untuk
menunjang penerapan teknik budi dayanya, sekaligus melengkapi data base
dari jenis-jenis teripang yang ada di perairan pantai Desa Waai Kabupaten
Maluku Tengah.
- Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah jenis-jenis teripang apa sajakah yang terdapat pada
Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah ?
- Tujuan
Tujuan
dari Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis
teripang yang terdapat pada Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah.
- Manfaat
Hasil dari praktek kerja lapangan
(PKL) ini diharapkan dapat
bermanfaat sebagai berikut
a. Memberikan informasi tentang jenis-jenis
teripang yang ada pada Pantai
Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah.
b. Selain
itu diharapkan dari pelajar, mahasiswa maupun masyarakat dapat mengenal
kekayaan jenis biota
laut di Indonesia lebih khusus pada Desa
Waai, Kabupaten Maluku Tengah untuk kemudian dapat diupayakan pemeliharaan pelestariannya, serta sebagai acuan untuk
penelitian selanjutnya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI TERIPANG
|
Teripang
tersebar hampir di seluruh lautan di berbagai belahan dunia. Teripang umumnya
ditemukan diperairan dangkal dan hangat dengan suhu perairan antara 28 – 31°C. Namun teripang juga dapat ditemukan
di perairan laut hingga kedalaman 10.000 m. Teripang sering ditemukan di daerah
bersubstrat pasir, didaerah pecahan karang, dan dipadang alga dan lamun (Aziz,
1996).
Di perairan Indonesia sendiri terdapat 53 jenis
teripang yang meliputi genus Holothuria, Actinopyga, Bohadschia, Labiodemas,
Thelonata dan Stichopus. Dari jenis yang ditemukan tersebut hanya 29 jenis
yang diperdagangkan secara International (Darsono, 2007) yang termasuk ke dalam
famili Holoturiidae dan Stichopodidae.
Klasifikasi
teripang (Holothuria spp.) menurut (Martoyo dkk, 2006) adalah sebagai
berikut :
Kingdong : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuridea
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria spp
B.
MORFOLOGI DAN ANATOMI TERIPANG
1. Morfologi
Holothuridea (teripang)
termasuk dalam kelompok
hewan berkulit duri
atau Echinodermata. Agak berbeda
dengan hewan berkulit
duri lainnya yang
mempunyai bentuk dasar
bintang berlengan lima yang
tersusun radier atau
menjari, kerangka luar
berbentuk lempengan atau
papan kecil yang
terbuat dari kapur
dan duri terkadang
berupa tonjolan-tonjolan. Pada teripang
bentuk dasar ini
telah mengalami modifikasi,
kerangka luar hilang
diganti dengan kerangka berbentuk
jarum atau cuping-cuping
kecil (spikula) dari bahan
kapur yang tersebar
dalam jaringan dinding
tubuh (Martoyo dkk, 2006).
Umumnya
teripang berwarna hitam
atau coklat tetapi
ada jenis yang
mempunyai warna terang seperti
merah muda, orange
violet dan adanya
garis belang-belang. Tubuh teripang umumnya
lunak atau licin,
berotot, dapat tebal
atau tipis, kulitnya
dapat halus atau bintik-bintik. Teripang umumnya
mempunyai ukuran tubuh
memanjang dan hampir
menyerupai tabung. Beberapa kelompok
ada yang bentuk
tubuhnya seperti huruf
U, seperti kumparan dan
memipih. Tubuh teripang
lembek dan licin,
kulit dapat halus
dan berbintil serta mempunyai otot
melingkar dan memanjang
di bawah dinding
tubuh. Otot ini dapat
tebal tipis tergantung
pada jenisnya. Dinding
tubuh seperti kulit
agak tebal dan
sangat kenyal. Permukaan
tubuh tidak mempunyai
cilia dan tertutup
oleh organ yang
menyerupai kutikula tipis,
dimana dibawahnya ditemukan kulit
(Purwati, 2001).
Pada tubuhnya terdapat
lima deret kaki
tabung (tube feet) yang
tersusun radier dari mulut
sampai anus, tiga
deret di bagian
ventral yang memiliki
alat hisap yang
berfungsi untuk bergerak
dan dua deret
lainnya dibagian dorsal
yang telah berubah
bentuk menjadi papilla
yang dapat berkontraksi
dan berfungsi sebagai
alat respirasi (Aziz, 1996).
Spesies terkecil
memiliki ukuran kurang
dari 3 cm (dari
mulut ke anus)
dibandingkan dengan stichopus
dari Filipina yang
dapat mencapai panjang
1 meter dengan
diameter 24 cm.
kebanyakan spesies seperti
Cucumaria, Holothuria,
Thyone dan Leptosinapta memiliki
kisaran panjang dari
10 cm sampai 30 cm (Darsono, 2007). Menurut Purwati (2005) umumnya
spesies komersial yang
terdapat di Indonesia
memiliki panjang antara
20 cm sampai dengan
50 cm.
Berdasarkan kedudukan
mulut dan anus,
tubuh teripang dibagi
menjadi 2 bagian
yaitu anterior dan
posterior. Pada permukaan
tubuh dari mulut ke anus
terdapat deretan kaki
tabung yang tersusun
menjari, 3 deretan
dibagian perut dan
2 deretan dibagian
punggung. Mulut dikelilingi
oleh sejumlah tentakel
atau lengan-lengan peraba yang
tersusun dalam satu
lingkaran atau lebih.
Tentakel ini ada yang
berbentuk perisai (shield
shape), berbentuk bulu
burung (pinnate shape) ,
berbentuk jari (dgitate
shape) dan berbentuk
daun (leaf shape) (Sukmiwati, 2011).
Gambar 1. Morfologi teripang (Sumber Martoyo dkk, 2006)
2. Anatomi
Holothuridea (teripang)
mempunyai lengan, sedang mulut
dan anus terletak
pada ujung poros yang
berlawanan. Mulut dikelilingi
oleh tentakel yang
berjumlah 10 - 30, yang
merupakan modifikasi dari podia
(kaki tabung). Bentuk tentakel
tersebut ada yang
seperti perisai, pohon, bulu burung dan menjari seperti daun. Kalau dilihat susunan dalam tubuh
teripang, maka belakang mulut terdapat sebuah cincin kapur yang mengelilingi
oesophagus, terdiri dari
potongan-potongan berjumlah 10-18 buah.
Cincin kapur ini
berguna untuk mengeluarkan
leher, cincin syaraf, tempat
simpanan air dan
sebagai dasar penempatan
otot panjang (longitudinal ). Dibelakang
cincin kapur ini
terdapat cincin air
yang merupakan pusat
dari sistem sirkulasi
air dalam tubuh (Yusron, 2004).
Dibawah kulit
luar (epidermis) terdapat
kulit dalam (dermis)
yang tebalnya berbeda pada
tiap jenis teripang.
Di bawah lapisan
dermis terdapat otot
sirkulasi dan lima
otot longitudinal tunggal yang
terdapat pada genus
Apodida, Elasipoda dan
Dendrochirotida. Lima otot longitudinal
ganda terdapat pada
genus Molpidida dan Aspidochirotida. Sesudah
lapisan tadi terdapat
rongga tubuh yang
mengandung alat-alat tubuh
seperti : usus,
gonad, pohon respirasi,
tubulus cuvier dan
sebagainya (Yusron, 2009).
Sistem pencernaan
makanan teripang dimulai
dari mulut, kemudian
dari cincin kapur
dan cincin air
makanan masuk kedalam
kerongkongan, ke lambung
ke usus dan
terakhir di anus.
Usus teripang sangat
panjang dapat 2
atau 3 bahkan
beberapa kali panjang
tubuhnya. Dengan demikian
usus ini dalam
keadaan melingkar-lingkar. Sel-sel perasa
teripang menyebar diseluruh
permukaan tubuh, terutama
terkumpul pada bagian mulut
dan anus. Sel-sel
perasa ini peka
terhadap partikel kimia ,
fisika, dan juga cahaya.
Sukmiwati (2011) mengemukakan bahwa
ke dalam kloaka
bemuara beberapa kelenjar dengan getah
yang sangat lengket .
Bila teripang terserang
atau terganggu , maka
pipa –pipa ini akan
mengeluarkan getah putih
yang dapat menjadi
benang-benang penjerat.
Gambar
2. Anatomi teripang (Sumber Martoyo dkk, 2006)
C. REPRODUKSI
Yusron
(2009) mengemukakan bahwa secara umum teripang adalah dioecius, yaitu alat
kelamin jantan dan betina terdapat pada individu yang berbeda. Hal ini karena holoturoidea
mempunyai gonad tunggal (Hasanah dkk, 2012). Waktu reproduksi ditentukan Oleh
kemampuan organisme dewasa dalam mendapatkan makanan yang selanjutnya diubah
dalam bentuk energy untuk melakukan reproduksi.
Spesies
yang hidup di perairan tropis tidak mempunyai waktu tertentu untuk musim
pemijahannya sepanjang tahun. Diduga siklus reproduksi tersebut dipengaruhi
oleh faktor luar diantaranya suhu, salinitas, kelimpahan makanan, serta
intensitas cahaya matahari (Hasanah, 2012).
Gambar
3. Proses terjadinya reproduksi teripang sampai menjadi larva
(Martoyo
dkk, 2006)
a. Proses
pelepasan feromon oleh induk jantan dan betina; b. Proses pemijahan;
c. Fase
gastrula; d. Embrio (larva auricularia)
Teripang menjalani dua fase kehidupan di alam, yaitu
fase planktonis dan fase bentik. Larva teripang yakni stadia auricularia hingga
doliolaria bersifat planktonis, kemudian pada stadia pentactula hidup
sebagai bentik sampai menjadi teripang dewasa. (Yusron, 2003).
Proses pemijahan berlangsung sewaktu teripang jantan
mengeluarkan spermanya ke air, lalu teripang betina mengeluarkan telur dibantu
oleh rangsangan pheromone. Sperma teripang jantan akan membuahi sel telur yang
di luar tubuh, kemudian telur yang sudah dibuahi akan tenggelam dan diangkat
kembali oleh teripang betina dengan tentakelnya dan dimasukan lagi kedalam
kantong pengeraman (Bakus, 1973). Selanjutnya Yusron (2003) menyatakan bahwa
rata-rata pemijahan teripang berlangsung selama 30 menit, walaupun ada juga
yang berlangsung antara 15 menit sampai 4 jam.
Secara umum, telur yang telah dibuahi setelah
kira-kira 18 jam akan mengalami gastrula. Selanjutnya selama 3 sampai 4 hari
larva ini akan menjadi larva auricularia dengan panjang sekitar 1 mm. tahap
selanjutnya adalah larva aucularia akan menjadi larva doriolaria yang berbentuk
tabung. Setelah mengalami proses metamorfosa, larva ini akan berkembang menjadi
larva penctacula. Pada tahap ini mulai tampak sejumlah tentakel pada bagian
anterior dan sepasang podia pada bagian posterior yang pada akhirnya menjadi
teripang muda yang menetap pada dasar laut (Hasanah dkk, 2012).
D. SIKLUS HIDUP TERIPANG
Teripang hidup di alam terdiri atas dua periode
yaiti sebagai planktonic dan bentik, planktonik hidup melayang-layang di air,
pada masa larva yaitu stadia aurikularia hingga diolaria, sedangkan sebagai
bentik hidup melekat pada substrat atau benda lain yakni pada stadia
penctactula hingga menjadi teripang dewasa.
Gambar
4 : Siklus hidup teripang di perairan (Martoyo dkk, 2006)
1.
Tahapan gastrula; 2. Larva auricularia; 3. Larva gastrula; 4. Larva doliolaria;
5. Larva pentactula.
Perkembangan
tidak langsung: Telur yang telah dibuahi 1-2-4-5-juvenil-dewasa.
Perkembangan
langsung: Telur yang telah dibuahi 1-3-4-5-juvenil-dewasa.
E.
HABITAT,
PERGERAKAN DAN TINGKAH LAKU (Holothuroidea)
a. Habitat Teripang (Holothuroidea)
Teripang (Holothuroidea)
hidup sebagai bentos ,
bergerak dengan sangat
lambat atau relatif
diam. berdiam di semua
lautan dan pada
setiap kedalaman terutama
di perairan dangkal didaerah tropis.
Kelimpahan menurun dengan
bertambahnya kedalaman tetapi
tidak berarti teripang terdapat
pada laut dalam.
Di perairan philipina
teripang di temukan
pada kedalaman 10.200 meter (Hasanah
dkk, 2012)
Teripang hidup
diberbagai macam habitat
dan sering hidup
berkelompok. Beberapa
kelompok hidup di
daerah berbatu yang
dapat digunakan untuk
bersembunyi, yang lain hidup
diantara rumput laut
atau membenamkan diri
di lumpur atau
pasir (Trijoko, 1991).
Menurut Sukmiwati
(2011) habitat dari teripang
adalah didasar perairan
dengan dasar berupa lumpur,
pasir, lumpur-pasir, batu,
kayu yang berada
di dasar laut,
paparan terumbu karang
dan gaba-gaba terumbu
karang. Martoyo dkk (2006)
menyatakan bahwa teripang
lebih suka hidup
pada perairan dengan kedalaman berkisar
antara 1-6 m tetapi, untuk jenis
teripang tertentu banyak
ditemukan pada kedalaman
air 10 m pada surut
terendah, namun teripang
ini cukup banyak
pula didapatkan pada
kedalaman perairan 8 m.
Pada umumnya
teripang menempati ekosistem
terumbu karang. Jenis
yang bernilai ekonomis penting
biasanya menempati dasar
goba (lagoon) atau diluar
tubir (outer reef) dengan kedalaman
5-30 meter. Sedangkan jenis-jenis
teripang yang bernilai
ekonomis sedang dan rendah
menempati daerah yang
lebih dangkal, seperti padang
lamun daerah pertumbuhan alga, dan
daerah rataan terumbu (reef flat) dengan
kedalaman kurang dari 2 meter (Hasanah dkk, 2012)
Berdasarkan tipe
substrat dasar perairannya
dapat diketehui bahwa
kombinasi dasar perairan antara
pesisir, karang hidup
dan tumbuhan rumput
laut merupakan habitat
yang paling cocok bagi
beberapa anggota Holothuroidea. Hamparan
pasir dengan sedikit Sargassum dan
Laminaria di
jumpai agak banyak
H.scabra. Hal ini disebabkan
karena H.scabra suka
membuat lubang didalam
pasir. Pada karang
yang masih hidup
pada jarak 300 m dari pantai
hanya dapat ditemui
satu jenis yaitu S.
horrens. Keadaan diatas menunjukkan bahwa
kelimpahan pada setiap
substrat tidak sama (Trijoko,
1991).
Teripang pasir (Holothuria scabra)
banyak ditemukan pada
perairan dangkal dengan
dasar perairan pasir
campur lumpur yang
ditumbuhi Seagrass dan
kerang-kerang mati. Di air
dangkal daerah tropik
dan sub tropik,
Aspidochirota seperti
genus Holothuria, Stichopus dan Actinopyga, ratusan
bahkan ribuan hidup
di dasar berpasir
atau bersembunyi pada
tumbuh-tumbuhan. Di rataaan
pasir terbuka pada
genangan air di
pulau Onotozoa (pasifik)
hanya ditemukan spesies
Holothuria atra,
sedangkan di rataan pasir
gugus pulau pari
ditemukan dua spesies
yaitu H. atra dan Bohadschia
marmorata (Hasanah dkk, 2012).
b.
Pergerakan dan
Tingkah laku Teripang
(Holothuroidea)
Teripang (Holothuroidea)
merupakan hewan penghuni
dasar perairan yang
pergerakannya sangat lambat
di dasar laut,
di atas algae, di
atas batu, di
sela-sela karang, ditempat
berpasir, pasir berlumpur,
agak terbenam atau
tersembunyi sama sekali.
Bentuk tubuh teripang
yang menyerupai cacing
adalah salah satu
adaptasi struktural terhadap
substrat lumpur. Berhubungan dengan
sifat kurang bergerak
ini, maka biasanya
teripang berada di
tempat-tempat yang airnya
tenang. Banyak spesies
termasuk Cucumaria, pergerakan sangat
kecil dan bekas-bekasnya bertahan
dalam waktu yang
lama (Hasanah dkk, 2012)
Teripang selalu
menempati daerah-daerah yang
digenangi air dirataan
pasir, akan bergerak
pindah bila mengalami
kekeringan pada waktu
air surut ketempat
yang masih digenangi
air, terutama ketempat
pertumbuhan alga (Trijoko, 1991).
Gerakan teripang
dilakukan dengan cara
kontraksi tubuhnya yaitu
menggerakkan seluruh bagian
tubuhnya dengan cara
mengerut dan mengembang (Sukmiwati, 2011).
Teripang bergerak
dengan bantuan kaki
tabung tetapi gerakannya
sangat lamban. Tubuh teripang
terdiri dari lima
sisi, pada tiap
sisinya terdapat dua
baris pembulu kaki
yang berfungsi sebagai
alat gerak yang
dapat diperpanjang dan
diperpendek. Kaki dan
tangan direkatkan oleh
alat pengisap dan
bila seluruh pembuluh
kaki mengerut, tubuhnya
akan tertarik ke
depan, kemudian alat
pengisap mengendor dan
pembulu kaki direntangkan
kedepan lagi. Dari
gerakan merentang dan
mengerut pada seluruh
pembulu kaki ini,
akan dihasilkan gerakan
yang tetap. Dengan
gerakan ini pula
teripang mudah meloloskan
diri keluar kandang
apabila kontruksi kurung
tancap kurang bagus (Sudrajat dan
Daud, 1989).
Kebanyakan dari
teripang adalah jenis
nocturnal, dengan mengeluarkan
seluruh tentakelnya hanya pada malam hari,
sehingga kelimpahan dan
aktifitasnya cenderung meningkat
hanya pada malam
hari ketika makan. Beberapa jenis teripang
menutupi tubuhnya dengan benda
asing, seperti H. surinamensis ditutupi
oleh selapis lumpur
halus. H. cubana oleh butir-butir
pasir. Sedangkan H.
floridana dan H. atra
ditutupi oleh
sisa tumbuhan, karang
dan pasir. H.
leucospilota dapat terbawah
ombak ketepi pantai,
dan selubung lendirnya
melindungi tubuh dari kekeringan dan
sinar matahari (Sukmiwati, 2011).
F.
MAKAN
DAN CARA MAKAN
Berdasarkan
kebiasaan makannya, teripang dibagi menjadi dua yaitu pemakan plankton (famili
Dendrochirotae) dan pemakan partikel atau substrat (Hyman, 1955). Teripang
pemakan plankton menyaring dan mengumpulkan plankton dengan bantuan tentakelnya
yang berlendir, sedangkan teripang pemakan substrat memakan sejumlah pasir yang
ada (Setiabudi, 1993).
Menurut
Notowinarto (1992), makanan teripang dapat berupa plankton dan kandungan
detritus yang berada di dalam pasir. Menurut Setiabudi (1993), makanan yang
disukai teripang diantaranya adalah organisme kecil, protozoa, diatom,
nematoda, algae, foraminifra, radiolaria, dan detritus yang berada diantara
parikel pasir atau hancuran karang.
G.
Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Kehidupan (Holothuroidea).
1. Intensitas Cahaya
Dengan terbentuknya
kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang
signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek
merupakan yang paling kuat mengalami pembiasaan yang menyebabkan kolam air yang
jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan. Pada lapisan dasar, warna
air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini
paling baik ditransmisi dalam air sampai dasar (Barus, 1996).
Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001), banyaknya cahaya yang menembus permukaan air laut dan
menerangi lapisan permukaan air laut memegang peranan penting dalam menentukan
pertumbuhan fitoplankton. Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar
yaitu sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbu-tumbuhan yang
menjadi sumber makanannya.
2. Suhu
Pada setiap penelitian perairan, pengukuran suhu adalah hal yang harus
dilakukan sebab kelarutan berbagai gas dalam air serta seluruh aktifitas
biologis dan fisiologis organisme perairan sangat dipengaruhi oleh suhu. Juwana (2001)
menyebutkan bahwa
batas minimum dan maksimum suhu berkisar antara 16oC-17Co
dan 36oC.
Pola temperatur ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya
dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi dari pepohonan yang tumbuh
di tepi perairan (Juwana, 2001).
3. Salinitas
Ciri paling khas
pada air laut adalah rasa asin, karena mengandung bermacam-macam garam dan yang
paling utama adalah NaCI. Diperairan samudra salinitas biasanya berkisar antara
34-35‰ (Nontji,1993). Salinitas
rata-rata daerah tropis adalah sekitar
35‰, dan organisme laut tidak dapat bertahan pada salinitas yang
menyimpang dari salinitas laut normal, 32-35‰ (Brotowidjojo et al., 1994). Namun pengaruh salinitas
tergantung pada kondisi perairan laut setempat atau pengaruh alam seperti badai
dan hujan (Supriharyono, 2002).
4. DO (Disolved Oxsigen)
DO merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen
terlarut merupakan suatu faktor yang
sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk
proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen didalam
air terutama sangat dipengaruhi oleh faktor suhu, di mana kelarutan maksimum terdapat pada suhu 0oC,
yaitu sebesar 14,16 mg/l sedangkan nilai oksigen terlarut di perairan sebaliknya
tidak lebih kecil dari 8 mg oksigen/liter air. Dengan peningktan suhu akan
menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin
rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut.
Sumber utama oksigen terlarut dalam air berasal dari adanya kontak antara
permukaan air dengan udara dan juga dari proses fotosintesis
(Juwana, 2001). Menurut (Sukmiwati, 2011) oksigen hilang dari air alam oleh adanya pernapasan
biota, penguraian bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin
oksigen dan kenaikan suhu.
5. pH (Power of Hidrogen)
Untuk pH
merupakan suatu satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar keasaman. Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda
terhadap pH, pH yang ideal bagi khidupan organisme akuatik termasuk
makrozoobentos pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang
bersifat sangat asam maupun sangat basa
akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat
rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat
toksik semakin
tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik.
Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan
amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas akan meningkatkan
konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus,
1996).
6. Jenis Substrat Dasar
Substrat merupakan
senyawa yang bereaksi dengan bantuan enzim. (Sukmiwati, 2011). Komponen organik utama yang terdapat didalam air adalah
asam amino, protein, karbohidrat dan lemak. Sedangkan komponen lain seperti
asam organik, hidrokarbon, vitamin, dan hormon juga ditemukan di perairan.
Tetapi hanya 10% dari material organik tersebut yang mengendap sebagai substrat
ke dasar perairan.
|
METODE
PKL
A.
Waktu
Lokasi PKL
Praktek kerja lapangan ini
dilaksanakan pada tanggal 19 – 20 September 2013 dan berlokasi pada daerah
pantai Nang Desa Waai kabupaten Maluku Tengah. Untuk identifikasi jenis
teripang dilaksanakan pada tanggal 3 November 2013 dan berlokasi di
Laboratorium UPT Balai Konservasi Biota Laut – LIPI Ambon.
B.
Alat
dan Bahan
Beberapa jenis alat yang digunakan dalam pengamatan lapangan
adalah sebagai berikut Karet
gelang, Kantong plastik
(ukuran 3 dan 5 kg), Buku Tulis, Kamera digital, Pensil dan
bolpoin, Tali nilon (tali plastic), Kertas label, Sarung
tangan, Wadah (ember sedang),
Spidol permanen, Mistar, Pipa Paralon
(plot), meteran rol, buku identifikasi
Echinodermata, GPS, fin, masker dan sepatu katak. Sedangkan bahan yang digunakan
dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut: Teripang, Formalin 70% dan Tissue
rol.
C.
Populasi
dan Sampel
1.
Populasi
Yang menjadi populasi
dalam penelitian ini adalah keseluruhan teripang yang terdapat pada daerah
Pantai Nang Desa Waai.
2.
Sampel
Sampel dalam penelitian
ini adalah jenis – jenis teripang yang ditemukan di dalam setiap plot.
D.
Prosedur
Kerja
1.
Pengambilan
Sampel
Pengamatan dilakukan
secara kuantitatif dengan
penerapan metode transek
kuadrat pada lokasi yang
sudah ditentukan. Panjang pantai
Nang Desa Waai adalah ±1500
m namun, dalam penelitian ini hanya digunakan aerah di mana terdapat teripang
saja yaitu 200 m. Sebanyak 5 garis
transek ditarik tegak lurus
dari garis pantai kearah tubir
(slope) dengan panjang 50 meter. Jarak setiap garis transek 50 meter. Pada setiap garis transek diletakan plot
berukuran 1 x 1 meter sebanyak 5 buah secara berselang seling dan jarak antar
plot 10 meter. Pengamatan dilakukan pada
saat air laut
surut terendah atau
menjelang surut. Pada
setiap petak transek (plot) tersebut, diambil satu individu yang mewakili tiap
spesiesnya kemudian diawetkan dalam formalin 70% kemudian ditentukan
jenisnya.
2.
Identifikasi Sampel
a. Dokumentasi
jenis teripang dalam bentuk foto di darat.
b. Teripang
yang sudah dihitung diambil satu individu untuk di identifikasi. Dibilas dengan air bersih dan dikeringkan
untuk identifikasi lebih lanjut di laboratorium.
Gambar 5 : Denah
Lokasi Penelitian
E.
Analisis
Data
Data hasil pengamatan
akan di analisis secara deskriptif dengan menampilkan gambar jenis – jenis
teripang yang ditemukan pada daerah Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku
Tengah. Dan untuk melengkapi penelitian inventarisasi jenis-jenis teripang ini
maka dihitung pula kepadatan teripang dan kepadatan relatifnya dimana secara
umum kepadatan merupakan jumlah total indifidu per satuan luas area. Kepadatan
dan kepadatan relatif dapat dihitung dengan menggunakan rumus menurut Brower and Zar dalam Alfitriatussulus (1989) sebagai berikut ;
a.
Kepadatan (ind/m2)
Di
=
Dimana:
Di : kepadatan spesies untuk spesies ke i
ni : jumlah total individu spesies ke i
A : luas total daerah yang disampling.
b.
Kepadatan relatif (%)
RD =
Dimana :
RD : kepadatan relatif spesies ke i
Di : kepadatan untuk spesies ke i
∑D : jumlah kepadatan
semua spesies.
|
HASIL DAN PEMBAHASAN
- DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Batas
– batas desa waai kabupaten Maluku tengah adalah sebagai berikut
Sebelah
timur : Berbatasan
dengan Selat Haruku
Sebelah
Barat : Berbatasan
dengan Desa Morela
Sebelah
Selatan : Berbatasan
dengan Desa Tulehu
Sebelah
Utara : Berbatasan dengan Desa Liang
Perairan pantai Desa Waai terletak pada posisi S: 3ยบ34'55.20" dan E:
128°19'06.24", secara oseanografi merupakan daerah pasang surut
yang agak luas, dimana panjang garis pantainya mencapai
kurang lebih 1.500 meter, serta panjang garis
pantainya secara vertical ke arah tubir (slope)
adalah ± 300 meter. Desa Waai secara
geografi berada pada wilayah Pulau Ambon bagian Selatan, tetapi secara
Administrasi pemerintahan berada pada wilayah Kabupaten Maluku Tengah.
Daerah pasang
surut Desa Waai terdiri dari habitat karang mati, pecahan karang
mati, berbatu, pasir, dan sedikit karang hidup serta banyak ditemukan
ekosistem padang lamun. Kondisi terumbu
karang maupun habitat di perairan pantai dapat dikatakan hampir memprihatinkan,
karena hanya sebagian kecil saja dari daerah Pantai Nang yang masih
dihuni oleh karang hidup. Oleh karena itu hal ini perlu mendapat perhatian
khusus dari masyarakat maupun pemerintah setempat untuk mencegahnya.
Untuk
kondisi ekosistem padang lamun di daerah pasang surut Pantai Nang Desa Waai
sangat baik hal ini dibuktikan dari sebagian besar dari bagian pesisir pantai Desa
Waai dihuni oleh beberapa jenis padang lamun. Organisme yang hidup pada
perairan ini yaitu : Nekton (Ikan – ikan kecil), bentos (Bulu babi dan
bivalvia), perifiton (Tiram, algae) dan neuston (serangga yang berterbangan di
permukaan air). Produsen pada perairan ini yaitu spermatophyte air,
fitoplankton dan alga. Sedangkan konsumen berupa Nekton, bentos, perifiton dan
neuston.
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian
B.
Jenis
– Jenis Teripang Pada Perairan Pantai Nang Desa Waai
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan, maka didapat 3 jenis teripang pada perairan
Pantai Nang Desa Waai. Jenis – jenis teripang yang ditemukan dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 1.
Jenis jenis teripang yang diperoleh pada
setiap transek penelitian di perairan
Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2013.
No.
|
Jenis
|
TRANSEK
|
Total
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
1.
|
Holothuria edulis
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
3
|
2.
|
Holothuria leukospilota
|
5
|
1
|
2
|
1
|
2
|
11
|
3.
|
Holothuria scabra
|
2
|
1
|
0
|
1
|
1
|
5
|
Total
|
8
|
3
|
2
|
3
|
1
|
19
|
Berdasarkan data pada tabel 1. Jenis-jenis
teripang yang diperoleh pada setiap transek penelitian di perairan Pantai Nang Desa Waai Kabupaten
Maluku Tengah Tahun 2013, Ditemukan teripang jenis Holothuria edulis sebanyak 3 indifidu, untuk teripang jenis Holothuria leukospilota ditemukan
sebanyak 11 indifidu dan untuk teripang jenis Holothuria scabra ditemukan sebanyak 5 indifidu. Sehingga total
jumlah indifidu teripang yang ditemukan pada lokasi penelitian adalah 19
indifidu.
Dari ketiga jenis teripang diatas,
teripang jenis Holothuria leukospilota yang ditemukan dengann jumlah spesies tertinggi
dibandingkan dengan kedua jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena substrat
tempat hidup dari teripang jenis ini yaitu di daerah bebatuan terkhususnya di
bagian bawah batu atau karang, sehingga agak sulit ditemukan oleh mayarakat
sekitar dan menyebabkan populasinya sedikit lebih meningkat dibandingkan kedua
jenis lainnya. Menurut Sukmiwati (2011) teripang jenis Holothuria leukospilota bila posisinya kebetulan diatas bebatuan
ataupun karang, maka akan dengan mudah terbawa ombak ke tepian pantai, sehingga
jenis ini yang paling banyak ditemukan jumlahnya.
Bila dibandingkan dengan teripang jenis Holothuria leukospilota yang ditemukan dengan jumlah spesies
tertinggi, untuk teripang jenis Holothuria
edulis justru menempati posisi terendah dalam hal jumlah jenis teripang di
daerah ini. Rendahnya jumlah dari teripang jenis ini adalah karena tipe
substrat yang tidak sesuai, dimana tempat hidupnya yaitu di permukaan bebatuan
ataupun diatas pasir. Selain itu teripang jenis Holothuria edulis ini lebih digemari dari pada jenis Holothuria leukospilota sehingga
masyarakat sekitar serta para nelayan lebih memfokuskan diri untuk mencari teripang jenis Holothuria edulis ketimbang teripang jenis Holothuria leukospilota dan hal inilah yang menyebabkan rendahnya
nilai kepadatan untuk jenis teripang Holothuria
edulis.
Untuk teripang jenis Holothutia scabra sendiri adalah
merupakan hewan nocturnal yang berarti melakukan sebagian besar aktifitasnya
pada malam hari sehingga pada proses pengambilan sampel dilakukan, Holothutia scabra yang
ditemukan jumlahnya tidak berbeda jauh dari Holothuria edulis karena waktu pengambilan sampel
dilakukan pada siang hari.
Berikut ini adalah
deskripsi jenis teripang (Holothuroidea) yang
ditemukan di lokasi praktikum, dijabarkan
menurut Patrick dan Charles (1995).
- Holothuria edulis
Tubuh
jenis teripang ini berbentuk bulat panjang atau silindris, mulut dan dubur
berada pada salah satu ujungnya, warna tubuh bagian atas berwarna hitam.
Sedangkan bagian bawah warna merah (Gambar 7) Holothuria edulis. Menurut Patrick dan Charles (1995), terdapat
tentakel-tentakel bercabang yang mengelilingi mulut. Tubuh berotot tebal,
lembek atau licin, kulitnya halus. Sering dijumpai membenamkan diri dalam
pasir, dipermukaan pasir padang lamun dan terumbuh karang dan panjangnya
kira-kira sekitar 10-30 cm.
Gambar
7. (Holothuria edulis)
- Holothuria leukospilota
Holothuria leucospilota, umumnya
dikenal sebagai teripang hitam, adalah
spesies laut invertebrata dalam keluarga Holothuriidae. Ini telah ditempatkan dalam subgenus Mertensiothuria membuat yang penuh ilmiah nama
Holothuria leucospilota. (Gambar 8). Ini adalah spesies jenis dari subgenus dan ditemukan di
dasar laut di perairan dangkal di bagian barat Indo-Pasifik.
Holothuria leucospilota adalah teripang menengah mencapai
panjang hingga 40 cm (16 in) saat santai namun dapat meregang untuk sekitar
satu meter ketika diperluas. Kira-kira berbentuk menyerupai silinder,
lonjong menjelang akhir posterior. Pada akhir anterior, ada dua puluh
tentakel lisan dengan tips bercabang dan mengelilingi mulut yang berada di sisi
bawah tubuh. Hewan ini lembut dan lentur dan ditutupi dengan
berdaging papila . Warna biasa adalah abu-abu arang atau
kemerahan-hitam dengan abu-abu pucat kaki tabung di bagian bawah tetapi pada
lepas pantai Afrika ditemukan berwarna terang atau coklat gelap dengan bercak
putih yang lebih besar menjelang akhir posterior.
Gambar 8. (Holothuria leukospilota)
- Holothuria scabra
Bentuk badannya bulat panjang. Di
bagian perut umumnya berwarna kuning keputih-putihan. Punggungnya berwarna
abu-abu sampai kehitaman, dengan garis-garis melintang berwarna hitam. Seluruh
bagian tubuh bila diraba terasa kasar. Teripang ini banyak ditemukan di
sela-sela karang yang masih hidup ataupun mati, dan di perairan yang dasamya
mengandung pasir halus. Menurut Martoyo dkk (2006) teripang
putih merupakan spesies yang hidup dengan cara berkelompok. Dalam satu kelompok
bisa mencapai 3-10 ekor.
Teripang
putih (Holothuria scabra) atau sering disebut dengan
teripang pasir (Gambar 9) akan hidup optimal di daerah dasar perairan terdiri
dari pasir atau pasir berlumpur yang ditumbuhi lamun (seagrass). Perairan pada
surut terendah masih tergenang air yang dalamnya antara 40-80 cm dan kecerahan
air di atas 75 cm dan arus tidak terlalu kuat serta terlindung dari angin yang
kencang. Perairannya tidak tercemar dengan Salinitas antara 24-33 ppt serta
suhu 25-30 derajat celcius.
Teripang
pasir dapat tumbuh sampai ukuran 40 cm dengan bobot 1,5 kg. Kematangan gonad
hewan air berumah dua (diosis) ini pertama kali terjadi pada ukuran rata-rata
220 mm. Seekor teripang betina mampu menghasilkan telur dalam jumlah yang
sangat banyak hingga mencapai sekitar 1,9 juta butir telur. Daur hidup hewan
ini dimulai dengan telur yang dibuahi yang akan menetas dalam waktu sekitar 2
hari.
Gambar
9. ( Holothuria scabra)
C. NILAI KEPADATAN DAN KEPADATAN RELATIF
Hasil analisis
kepadatan dan kepadatan relatif teripang (Holothuria)
pada 5 transek pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini
Tabel 2. Nilai rata-rata kepadatan
dan kepadatan relatif dari ketiga jenis teripang
NO
|
JENIS
|
Di
|
RD
|
1
|
Holothuria edulis
|
0,12
|
15,82
|
2
|
Holothuria leukospilota
|
0,44
|
59,16
|
3
|
Holothuria scabra
|
0,20
|
24,98
|
Rata-rata kepadatan
untuk masing-masing jenis teripang adalah 0,12 individu/m² (Holothuria edulis): 0,44 individu/m² (Holothuria leukospilota) dan 0,20
individu/m² (Holothuria scabra). Dan Rata-rata kepadatan
relatif untuk masing-masing jenis teripang adalah 15,28% (Holothuria edulis): 59,16% (Holothuria leukospilota) dan 24,98% (Holothuria
scabra).
Berdasarkan hasil yang diperoleh
menunjukan bahwa kepadatan teripang di daerah Pantai Nang Desa Waai cukup
rendah. Rendahnya kepadatan jenis teripang yang ada
pada daerah Waai ini disebabkan karena aktivitas masyarakat sekitar dalam mangambil teripang secara berlebihan dan
tanpa mengenal musiman untuk dimanfaatkan.
Selain dari aktivitas masyarakat setempat yang
mengambil teripang secara berlebihan, ada faktor lain pula yang menyebabkan
rendahnya kepadatan teripang di perairan ini, yaitu substrat tempat hidupnya
yang tidak cocok.
Sedangkan untuk hasil perhitungan nilai
kepadatan relatif sendiri berbanding lurus dengan perhitungan nilai kepadatan
dimana semakin tinggi nilai kepadatan, maka nilai kepadatan relative pun akan
semakin tinggi, sebaliknya apabila perhitungan nilai kepadatan rendah, maka
nilai kepadatan relatif yang akan diperoleh pun juga rendah.
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sangadji (2012), maka hasil penelitian
kepadatan jenis teripang di Pantai Nang Desa Waai ini masih sangat rendah.
Dimana pada penelitian Sangadji (2012) diperoleh jumlah individu sebanyak 119
ekor dari 23 plot pengamatan yang dipakai, sedangkan pada panyai Nang Desa Waai
diperoleh individu sebanyak 19 ekor dari 25 plot pengamatan yang dipakai.
|
PENUTUP
- KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil yang diperoleh saat PKL, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut
- Terdapat 3 jenis teripang pada daerah Pantai Nang Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah antara lain Holothuria edulis, Holothuria leukospilota dan Holothuria scabra.
- Dari keseluruhan ketiga jenis teripang yang diperoleh Holothuria leukospilota adalah yang paling banyak jumlahnya yaitu 11 indifidu, kemudian disusul dengan Holothuria scabra pada posisi no dua dengan jumlah indifidu sebanyak 5 indifidu dan yang terakhir adalah Holothuria edulis dengan jumlah indifidu sebanyak 3 indifidu.
- SARAN
1. Perlu
adanya kajian lebih lanjut tentang pengaruh musim terhadap kelimpahan teripang (Holothuridae).
2. Perlu
adanya kajian tentang kelimpahan teripang pada siang hari dan malam hari
terkait dengan pola sebaran dan sifat makannya.
|
Alfitriatussulus. 1989. Sebaran moluska (bivalvia dan gastropoda) di muara sungai Cimandiri,
Teluk Pelabuhan Ratu Jawa Barat.
Aziz. A. 1996. Makan Dan Cara Makan Berbagai Jenis
Teripang. Oseana 21(40): 43-59.
Bakus, G.J. 1973. The Biology and Ecology Of
Tropical Holothurians. In : Biology and Geology of Coral Reefs (O.A.
Jones & R. Endean, eds.), vol. 2 Biology 1. Academic Press, N.Y. &
London : 325-367.
Brotowidjojo, M.D.
1994. Zoologi Dasar. Jakarta:
Erlangga, hlm:
118-124.
Brower, J. E. and J. H.Zar.
1977. General Zoology. Win C. Brown Company Publisher. Lowa. 194 p.
Darsono, P. 2007. Teripang
(Holothuridea) : Kekayaan Alam Dalam Keragaman Biota Laut. Oseana, Volume xxxii,
Nomor 2 : 1 – 10.
Hasanah, U., Suryanti. Dan Sulardioni, B. 2012. Sebaran Dan Kepadatan Teripang
(Holothuroidea) Di Perairan Pantai Pulau
Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. Journal Of Management Of
Aquatic Resources. Volume 1, Nomor 1, Halaman 1-7.
Hyman, J. H., 1955. The
invertebrate Echinodermata VII. Class Holothuridea. The coelomate VI. Mac.
Graw-Hill. Bode company. New York : 170 – 210.
Martoyo, J. N. Aji dan
T. Winanto. 2006. Budidaya Teripang. Penebar Swadaya. Jakarta. 75pp.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Djembatan.
Hlm: 200-209.
Notowinarto dan D. H. Putro.
1992. Pemijahan Teripang Putih
(Holothuria scabra) dengan
Metode Manipulasi lingkungan. Balai
Budidaya Laut, Lampung.
Buletin Budidaya Laut
No. 4 (1992)
: 1 – 7.
Patrick L. Colin dan Charles Armeson. 1995. Tropical Pacifik Invertebrates. California:
Coral Reef Press. Hlm: 235 – 265.
Purwati, P. 2001. Ekspresi
fision dan konsekuensinya bagi populasi fisiparus
holothuridea (Echinodermata). Oseana 26(4):
33 – 41.
Purwati, P. 2005. Teripang
Indonesia : Komposisi Jenis Dan Sejarah Perikanan. Oseana, Volume xxx, Nomor 2
; 11 – 18.
Purwati, P. 2005. Reproductive
pattern on Holothuria scabra (Echinodermata : Holothuroidea) in
Indonesian waters. (In press). Marine Research in Indonesia.
Rajab, A.W., 2009. Fauna Echinodermata diperairan Nusa Laut,
Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku.
Prosiding Seminar Nasional Biologi xx dan Kongres Perhimpunan Biologi Indonesia
xiv. 11 hal.
Sangadji,
P. 2012. Studi Keragaman Jenis Teripang (Holothuridea) Di Perairan Pantai Waruputih Desa Rohomoni Kabupaten Maluku Tengah. Jurusan
Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pattimura
Ambon.
Setiabudi, E. 1993. Hasil
penelitian teknologi penanganan dan pengolaan teripang (Holothuridea). Sub
Balai Penelitian Perikanan Laut. Slipi, Jakarta.
Sudrajat, dan R.
Daud. 1989. Budidaya Teripang
dengan Metode Kurung
Tancap (Hampang) . Balit
Kandita, Maros. Warta
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Vol . XIV No
. 2
(1992) : 1 – 3.
Sukmiwati, M., Salmah, S., Ibrahim, S., Handayani, D. dan
Purwati, P. 2011. Keanekaragaman
Teripang (Holothuroidea) di Perairan Bagian Timur Pantai Natuna Kepulauan Riau.
Jurnal Natur Indonesia 14(2) : 131-137.
Supriharyono,
M. S. 2002. Pengelolaan Ekosistem Terumbuh Karang. Jakarta: Djembatan. Hlm:
24-25.
Titaley, P.A. 2006. Kebijakan
Revitalisasi Pertanian di Maluku. Makalah disampaikan pada Lokakarya Sagu
dengan Tema “Sagu dalam Revitalisasi Pertanian Maluku”. Kerja Sama Universitas
Pattimura, Bappeda Maluku, Dinas Pertanian Provinsi Maluku dan Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Maluku, Ambon 29−31 Mei 2006.
Trijoko, 1991. Penyebaran Teripang
(Holothuroidea) di Pulau
Bawean. Balai Budidaya
Laut, Lampung. Buletin
Budidaya Laut No.
2 (1991) : 37 –
40.
Yusron, E. 2003. Sumberdaya teripang (Holothuroidea) di
Perairan Teluk Kotania, Seram Barat – Maluku Tengah. Dalam Pesisir dan
Pantai Indonesia VIII. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI,
Jakarta : 129 - 133.
Yusron, E. 2009. Keanekaragaman
Jenis Teripang (Holothuroidea) Di Perairan Minahasa Utara Sulawesi Utara. Oseanologi
dan Limnologi di Indonesia. 35(1): 19-28.
|
Tabel 1. Jenis-Jenis
Teripang Yang Diperoleh Pada Setiap
Transek Pengamatan
No.
|
Jenis
|
TRANSEK
|
Total
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
1.
|
Holothuria edulis
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
3
|
2.
|
Holothuria leukospilota
|
5
|
1
|
2
|
1
|
2
|
11
|
3.
|
Holothuria scabra
|
2
|
1
|
0
|
1
|
1
|
5
|
Total
|
8
|
3
|
2
|
3
|
1
|
19
|
Tabel 2. Nilai Rata-Rata Kepadatan Dan Kepadatan
Relatif Dari Ketiga Jenis Teripang yang ditemukan
No.
|
Jenis
|
Di
|
RD
|
1.
|
Holothuria edulis
|
0,12
|
15,82
|
2.
|
Holothuria leukospilota
|
0,44
|
59,16
|
3.
|
Holothuria scabra
|
0,20
|
24,98
|
Tabel
3. Kepadatan Populasi Dari Ketiga Jenis Teripang ( Ind/m²)
No.
|
Jenis
|
Transek Pengamatan
|
Rata rata
Ind/m2
|
||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
|||
1.
|
Holothuria edulis
|
0,2
|
0,2
|
0
|
0,2
|
0
|
0,12
|
2.
|
Holothuria leukospilota
|
1
|
0,2
|
0,4
|
0,2
|
0,4
|
0,44
|
3.
|
Holothuria scabra
|
0,4
|
0,2
|
0
|
0,2
|
0,2
|
0,20
|
Tabel 4. Kepadatan Relatif Teripang Dari Ketiga Jenis Teripang (%)
No.
|
Jenis
|
Transek Pengamatan
|
Rata–Rata
|
||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
|||
1.
|
Holothuria edulis
|
12,5
|
33,3
|
0
|
33,3
|
0
|
15,82
|
2.
|
Holothuria leukospilota
|
62,5
|
33,3
|
100
|
33,3
|
66,7
|
59,16
|
3.
|
Holothuria scabra
|
25
|
33,3
|
0
|
33,3
|
33,3
|
24,98
|
Tabel
5. Jenis jenis teripang yang diperoleh
pada setiap plot pengamatan
Nomor
Transek
|
JENIS
|
PLOT
PENGAMATAN
|
Jumlah Individu
|
||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
|||||
A
|
1.Holothuria edulis
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
||
2.Holothuria leukospilota
|
1
|
2
|
1
|
1
|
0
|
5
|
|||
3. Holothuria scabra
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
2
|
|||
Jumlah
|
8
|
||||||||
B
|
1.Holothuria edulis
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
||
2.Holothuria leukospilota
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
|||
3. Holothuria scabra
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
|||
Jumlah
|
3
|
||||||||
C
|
1.Holothuria edulis
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
2.Holothuria leukospilota
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
2
|
|||
3. Holothuria scabra
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|||
Jumlah
|
2
|
||||||||
D
|
1.Holothuria edulis
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
||
2.Holothuria leukospilota
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
|||
3. Holothuria scabra
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
|||
Jumlah
|
|
|
|
|
3
|
||||
E
|
1.Holothuria edulis
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
2.Holothuria leukospilota
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
2
|
|||
3. Holothuria scabra
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
|||
Jumlah
|
|
3
|
|||||||
T o t a l
|
19
|
||||||||
Tabel 6. Perhitungan Kepadatan Jenis Teripang
1). Kepadatan Populasi (ind/m²) => Di =
TRANSEK
|
Spesies
|
Jumlah
individu
|
Perhitungan (ind/m²)
|
Hasil
|
TRANSEK
I
|
1.Holothuria
edulis
|
1
|
1 / 5
|
0,2
|
2.Holothuria
leukospilota
|
5
|
5 / 5
|
1
|
|
3. Holothuria scabra
|
2
|
2 / 5
|
0,4
|
|
Jumlah
|
|
|
|
1,6
|
TRANSEK
II
|
1.Holothuria
edulis
|
1
|
1 / 5
|
0,2
|
2.Holothuria
leukospilota
|
1
|
1 / 5
|
0,2
|
|
3. Holothuria scabra
|
1
|
1 / 5
|
0,2
|
|
Jumlah
|
|
|
|
0,6
|
TRANSEK
III
|
1.Holothuria
edulis
|
0
|
0 / 5
|
0
|
2.Holothuria
leukospilota
|
2
|
2 / 5
|
0,4
|
|
3. Holothuria scabra
|
0
|
0 / 5
|
0
|
|
Jumlah
|
|
|
|
0,4
|
TRANSEK
IV
|
1.Holothuria
edulis
|
1
|
1 / 5
|
0,2
|
2.Holothuria
leukospilota
|
1
|
1 / 5
|
0,2
|
|
3. Holothuria scabra
|
1
|
1 / 5
|
0,2
|
|
Jumlah
|
|
|
|
0,6
|
TRANSEK V
|
1.Holothuria
edulis
|
0
|
0
/ 5
|
0
|
2.Holothuria
leukospilota
|
2
|
2
/ 5
|
0,4
|
|
3. Holothuria scabra
|
1
|
1 / 5
|
0,2
|
|
Jumlah
|
|
|
|
0,6
|
Tabel 7. Perhitungan Kepadatan Relatif
Dari Teripang
2).Kepadatan Relatif (%) =>
Kr = Di x 100%
SD
TRANSEK
|
Spesies
|
Perhitungan
|
Hasil (%)
|
TRANSEK I
|
1.Holothuria edulis
|
0,2
/ 1,6 x 100%
|
12,5%
|
2.Holothuria leukospilota
|
1
/ 1,6 x 100%
|
62,5%
|
|
3. Holothuria scabra
|
0,4
/ 1,6 x 100%
|
25%
|
|
Jumlah
|
|
|
100%
|
TRANSEK II
|
1.Holothuria edulis
|
0,2 / 0,6 x 100%
|
33,3%
|
2.Holothuria leukospilota
|
0,2 / 0,6 x 100%
|
33,3%
|
|
3. Holothuria
scabra
|
0,2 / 0,6 x 100%
|
33,3%
|
|
Jumlah
|
|
|
100%
|
TRANSEK III
|
1.Holothuria edulis
|
0 / 0,4 x 100%
|
0%
|
2.Holothuria leukospilota
|
0,4 / 0,4 x 100%
|
100%
|
|
3. Holothuria
scabra
|
0 / 0,4 x 100%
|
0%
|
|
Jumlah
|
|
|
100%
|
TRANSEK IV
|
1.Holothuria edulis
|
0,2 / 0,6 x 100%
|
33,3%
|
2.Holothuria leukospilota
|
0,2 / 0,6 x 100%
|
33,3%
|
|
3. Holothuria
scabra
|
0,2 / 0,6 x 100%
|
33,3%
|
|
Jumlah
|
|
|
100%
|
TRANSEK V
|
1.Holothuria edulis
|
0 / 0,6 x 100%
|
0%
|
2.Holothuria leukospilota
|
0,4 / 0,6 x 100%
|
66,7%
|
|
3. Holothuria
scabra
|
0,2 / 0,6 x 100%
|
33,3%
|
|
Jumlah
|
|
|
100%
|
Tabel 8. Data Pada Tansek A
Kode
|
Jenis
|
Jumlah (individu)
|
Substrat
|
A1.
|
Holothuria leucospilota
|
1
|
Pasir,
berbatu, pecahan karang mati, daerah akar mangrov
|
A2.
|
Holothuria leucospilota
|
2
|
Pasir,
berbatu dan pecahan karang mati
|
Holothuria scabra
|
1
|
||
A3.
|
Holothuria leucospilota
|
1
|
Pasir,
karang mati dan padang lamun
|
Holothuria scabra
|
1
|
||
A4.
|
Holothuria edulis
|
1
|
Pasir,
Karang mati dan padang lamun
|
Holothuria leucospilota
|
1
|
||
A5.
|
-
|
-
|
Pasir,
Karang hidup, karang mati dan padang lamun
|
Tabel 9. data Pada Transek B
Kode
|
Jenis
|
Jumlah (individu)
|
Substrat
|
B1.
|
Holothuria scabra
|
1
|
Pasir,
berbatu danpecahan karang mati
|
B2.
|
-
|
-
|
Pasir,
berbatu, pecahan karang mati, padang lamun
|
B3.
|
-
|
-
|
Pasir,
berbatu, pecahan karang mati, karang hidup dan padang lamun
|
B4.
|
Holothuria edulis
|
1
|
Pasir,
karang mati, karang hidup dan padang lamun
|
Holothuria leukospilota
|
1
|
||
B5.
|
-
|
-
|
Pasir,
Karang mati karang hidup dan padang lamun
|
Tabel 10. data Pada Transek C
Kode
|
Jenis
|
Jumlah (individu)
|
Substrat
|
C1.
|
-
|
-
|
Pasir,
berbatu, pecahan karang mati
|
C2.
|
-
|
-
|
Pasir,
berbatu pecahan karang mati dan padang lamun
|
C3.
|
Holothuria leucospilota
|
1
|
Pasir,
karang mati dan karang hidup
|
C4.
|
Holothuria leucospilota
|
1
|
Pasir,
Karang hidup, dan karang mati
|
C5.
|
-
|
-
|
Pasir,
Karang hidup, dan karang mati
|
Tabel 11. data Pada Transek D
Kode
|
Jenis
|
Jumlah (individu)
|
Substrat
|
D1.
|
-
|
-
|
Pasir,
berbatu, pecahan karang mati dan daerah akar mangrove
|
D2.
|
-
|
-
|
Pasir,
berbatu dan pecahan karang mati
|
D3.
|
Holothuria leucospilota
|
1
|
Pasir,
karang mati, karang hidup dan padang lamun
|
D4.
|
Holothuria edulis
|
1
|
Pasir,
Karang hidup, dan karang mati
|
D5.
|
Holothuria edulis
|
1
|
Pasir,
Karang hidup, dan karang mati
|
Tabel 12. data Pada Transek E
Kode
|
Jenis
|
Jumlah (individu)
|
Substrat
|
E1.
|
-
|
-
|
Pasir,
berbatu danpecahan karang mati
|
E2.
|
-
|
-
|
Pasir,
berbatu dan pecahan karang mati
|
E3.
|
Holothuria leucospilota
|
1
|
Pasir,
karang mati dan karang hidup
|
E4.
|
Holothuria leucospilota
|
1
|
Pasir,
Karang hidup, dan karang mati
|
E5.
|
Holothuria edulis
|
1
|
Pasir,
Karang hidup, karang mati dan padang lamun
|
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lokasi Praktek Kerja Lapangan dan Peniyapan
Peralatan PKL
Lampiran 2. Pembuatan Transek Dan Pengamatan Spesies
Teripang Pada Plot
Lampiran 3. Proses Identifikasi
Sampel Teripang Di Laboratorium
UPT Balai Konservasi Biota Laut – LIPI Ambon.
LAMPIRAN 4. JENIS – JENIS TERIPANG
YANG DIPEROLEH
(Holothuria edulis) (Holothuria
leukospilota)
(Holothuria
scabra)